Kim Jong-un Resmi Kerahkan Pasukan Korut ke Rusia untuk Hadapi Ukraina di Kursk

Pyongyang, Sketsa.id – Korea Utara (Korut) untuk pertama kalinya mengakui secara resmi mengerahkan pasukan militernya ke Rusia guna mendukung perang melawan Ukraina di wilayah Kursk.

Keputusan ini, menurut laporan Kantor Berita Pusat Korea (KCNA) pada Senin (28/4/2025), diambil langsung oleh pemimpin Korut, Kim Jong-un, untuk “memusnahkan penjajah neo-Nazi Ukraina dan membebaskan wilayah Kursk.”

Langkah ini mengakhiri spekulasi panjang tentang keterlibatan militer Korut dalam konflik Rusia-Ukraina. Sebelumnya, baik Pyongyang maupun Moskow menolak mengonfirmasi atau membantah tuduhan dari Kyiv dan negara-negara Barat.

Namun, pada Sabtu (26/4/2025), Kepala Staf Umum Rusia, Jenderal Valery Gerasimov, secara terbuka memuji “keberanian dan heroisme” pasukan Korut yang membantu Rusia merebut kembali wilayah Kursk, menandai pengakuan resmi pertama dari Moskow.

Pemicu dan Dasar Hukum
Pengerahan pasukan Korut ini merupakan bagian dari Perjanjian Kemitraan Strategis Komprehensif yang ditandatangani Kim Jong-un dan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Juni 2024, efektif sejak Desember 2024. Perjanjian ini mewajibkan kedua negara memberikan bantuan militer segera jika salah satu pihak diserang, sesuai dengan Pasal 51 Piagam PBB.Komisi Militer Pusat Korut menyatakan bahwa serangan Ukraina ke wilayah Kursk sejak Agustus 2024, yang melibatkan unit elit Kyiv dengan dukungan senjata Barat, memicu aktivasi Pasal 4 perjanjian tersebut.

Kim Jong-un secara pribadi memutuskan untuk mengirim pasukan dan langsung memberi tahu Kremlin, menegaskan bahwa tindakan ini sejalan dengan hukum internasional.

“Operasi pembebasan Kursk telah berhasil menggagalkan invasi Ukraina ke wilayah Rusia,” ujar KCNA, mengutip Komisi Militer Pusat.

Peran Pasukan Korut di Kursk
Meski jumlah pasti pasukan Korut yang dikerahkan tidak diungkap, intelijen AS, Korea Selatan, dan Ukraina memperkirakan sekitar 10.000 hingga 12.000 tentara, termasuk pasukan khusus dari Storm Corps, telah tiba di Rusia sejak Oktober 2024. Mereka dilatih di pangkalan militer Rusia sebelum diterjunkan ke Kursk.

Pasukan Korut dilaporkan berperan penting dalam membantu Rusia mengusir pasukan Ukraina yang menguasai sebagian wilayah Kursk sejak Agustus 2024. Gerasimov menyebut kontribusi mereka “signifikan” dalam mengalahkan pasukan Ukraina, meskipun Kyiv membantah klaim Rusia bahwa Kursk telah sepenuhnya direbut.

Namun, keterlibatan Korut tidak luput dari kerugian besar. Intelijen Korea Selatan melaporkan sekitar 4.000 tentara Korut tewas atau terluka hingga Maret 2025, sebagian karena kurangnya pengalaman dalam perang modern, seperti menghadapi serangan drone dan artileri. Meski begitu, Korut disebut telah mengirim 3.000 pasukan tambahan untuk memperkuat posisi Rusia.

Respons Dunia dan Implikasi
Konfirmasi ini memicu kecaman keras dari Barat. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS menyerukan Korut untuk menghentikan keterlibatan militernya, menyebutnya “pelanggaran berat terhadap stabilitas global.” Korea Selatan juga mendesak penarikan segera pasukan Korut, menyebut aksi ini “provokasi serius” dan mengancam akan mempertimbangkan pengiriman senjata ke Ukraina sebagai respons.

Bagi Kim Jong-un, pengiriman pasukan ke Rusia memberikan pengalaman tempur berharga bagi militernya, yang belum bertempur sejak Perang Korea (1950-1953). Korut juga diyakini mendapat imbalan berupa teknologi militer Rusia, termasuk rudal dan drone, yang dapat memperkuat posisinya di Semenanjung Korea.

Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menegaskan pasukannya masih bertahan di beberapa bagian Kursk, menolak klaim Rusia soal “pembebasan penuh.” Ia mendesak dunia untuk meningkatkan tekanan pada Pyongyang dan Moskow.

Monumen untuk Prajurit Korut
Kim Jong-un memerintahkan pembangunan monumen di Pyongyang untuk mengenang prajurit Korut yang gugur di Kursk, menyebut mereka “pahlawan yang berjuang demi keadilan.” Ia juga menjanjikan “bunga keabadian” akan diletakkan di makam para prajurit, menegaskan kebanggaan nasional atas pengorbanan mereka.

Keterlibatan Korut dalam perang ini menandai eskalasi signifikan dalam konflik Rusia-Ukraina, memperumit dinamikaolitik global. Dengan Presiden AS terpilih Donald Trump yang mendorong gencatan senjata, kehadiran pasukan Korut di Kursk menjadi tantangan baru bagi upaya perdamaian. Akankah Pyongyang terus memperluas perannya, atau justru menarik pasukannya setelah kerugian besar? Dunia menunggu langkah selanjutnya dari Kim Jong-un. (*)