Kasus Bullying Marak, Darlis Tekankan Peran Orang Tua dan Bijak Bersosial Media

FOTO : Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi

Samarinda, Sketsa.id – Kasus perundungan (bullying) di lingkungan sekolah kini tak lagi terjadi di ruang kelas. Fenomena ini semakin mengkhawatirkan karena meluas ke ranah digital dan menjadi konsumsi publik di media sosial. Di Kalimantan Timur (Kaltim), sejumlah insiden bullying di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) belakangan mencuat ke publik setelah tersebar dalam bentuk video di berbagai platform. Kondisi ini menambah tekanan psikologis bagi korban sekaligus menunjukkan bahwa media sosial telah menjadi saluran baru bagi kekerasan antar pelajar.

Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi mengingatkan meski media sosial kerap berperan dalam perluasan kasus-kasus bullying, perkembangan teknologi tidak bisa dijadikan kambing hitam.

“Kita tidak boleh menyalahkan teknologi, juga tidak boleh menutup diri terhadap perkembangan digital. Karena kalau kita terus menyalahkan teknologi, justru kita akan mengalami kemunduran,” ujarnya dalam wawancara, Jumat (23/05).

Menurut Darlis, yang perlu dilakukan adalah menjadikan kasus-kasus bullying sebagai pelajaran penting bagi semua pihak. Ia mendorong agar advokasi dan edukasi penggunaan teknologi secara bijak diperkuat.

“Hal itu menjadi pelajaran buat kita semua, terutama pemerintah, dalam hal ini lembaga-lembaga pendidikan. Lembaga-lembaga harus bisa meningkatkan advokasinya, sehingga para pelajar-pelajar kita itu bisa memanfaatkan teknologi sesuai dengan kebutuhan di dunia pendidikan,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia juga mengimbau peran aktif orang tua dalam membimbing anak-anaknya dalam menggunakan media digital secara bertanggung jawab.

“Orang tua juga harus mengambil peran agar perilaku putra-putrinya dalam penggunaan digital itu bisa lebih diarahkan, khususnya untuk mendukung kegiatan pendidikan,” tegas Darlis.

Ia mengakui bahwa media sosial memang menjadi salah satu faktor pendorong maraknya kasus bullying. Akses yang terbuka luas membuat pelajar bisa dengan mudah terpapar berbagai konten, termasuk yang mengandung unsur kekerasan atau intimidasi.

“Anak-anak yang belum punya pemahaman cukup cenderung ikut-ikutan. Di media sosial itu banyak rekayasa, dan kontennya gampang sekali dibuat. Ini bisa jadi pemicu bagi pengguna pemula untuk mencoba hal-hal yang tidak seharusnya,” jelasnya.

Darlis berharap ada sinergi antara pemerintah, sekolah, dan keluarga dalam membangun literasi digital dan etika penggunaan media sosial. Menurutnya, pengawasan dan edukasi perlu diperkuat agar media digital benar-benar mendukung kemajuan pendidikan, bukan justru menjadi ancaman dekadensi moral peserta didik. (Adv/chanz)