Jakarta, Sketsa.id – A24 kembali mengguncang dunia perfilman dengan karya terbaru mereka, Bring Her Back, sebuah film horor psikologis yang disutradarai oleh duo bersaudara Danny dan Michael Philippou.
Setelah kesuksesan Talk to Me (2023), ekspektasi terhadap film ini melambung tinggi, dan Bring Her Back berhasil memenuhi harapan dengan pendekatan yang lebih gelap, muram, dan emosional. Film yang dirilis pada 30 Mei 2025 di Amerika Utara dan 6 Juni di Indonesia ini telah memicu antusiasme besar di kalangan penggemar horor, sekaligus meninggalkan kesan mendalam yang sulit dilupakan.
Kisah Kelam tentang Kehilangan dan Ritual Mengerikan
Bring Her Back mengisahkan dua saudara tiri, Andy (Billy Barratt) dan Piper (Sora Wong), yang menjadi yatim piatu setelah kematian tragis ayah mereka.
Mereka kemudian diadopsi oleh Laura (Sally Hawkins), seorang ibu asuh eksentrik yang tinggal di rumah terpencil. Di balik sikapnya yang tampak hangat, Laura menyimpan rahasia kelam: sebuah ritual okultisme untuk menghidupkan kembali putrinya yang telah meninggal. Saat Andy dan Piper mulai mencurigai perilaku aneh Laura, mereka terjebak dalam lingkaran teror yang menggabungkan elemen horor supranatural, psikologis, dan body horror yang mengerikan.
Film ini menonjol karena pendekatannya yang tidak hanya mengandalkan jump-scare, tetapi juga atmosfer sesak dan narasi yang menggali luka emosional.
“Ini bukan horor yang bikin kaget doang—ini mah yang nyiksa pelan-pelan,” tulis seorang pengguna X, menggambarkan pengalaman menonton yang intens.
Performa Memukau dan Sinematografi yang Menyesakkan
Sally Hawkins, yang biasanya dikenal lewat peran-peran hangat seperti di The Shape of Water, tampil mengejutkan sebagai Laura. Aktingnya yang penuh lapisan—menggabungkan kepedihan, kegilaan, dan kengerian—menjadi sorotan utama.
“Akting Sally Hawkins bagus banget, bikin merinding sekaligus kasihan,” ujar salah satu penonton.
Sementara itu, chemistry antara Billy Barratt dan Sora Wong sebagai Andy dan Piper berhasil membuat penonton peduli pada nasib mereka, meski cerita terus menyeret mereka ke jurang keputusasaan. Sinematografi karya Aaron McLisky juga patut diacungi jempol.

Pengambilan gambar dari sudut atas dan close-up yang menekan menciptakan rasa klaustrofobia, seolah penonton ikut terperangkap di rumah Laura. Ditambah dengan desain suara yang mengerikan—dari denting pisau hingga suara tubuh yang hancur—film ini benar-benar “mengacak-acak psikis penonton,” seperti yang ditulis seorang penggemar.
Antusiasme Penonton: Trauma yang Dinikmati
Sejak pemutaran perdana, Bring Her Back telah memicu gelombang reaksi di media sosial, terutama di X. Banyak penonton memuji pendekatan A24 yang konsisten dalam menghadirkan horor dengan makna mendalam.
Film ini mendapat skor 89% di Rotten Tomatoes berdasarkan 141 ulasan kritik, dengan konsensus menyebutnya “sebuah mimpi buruk domestik yang menarik ketakutan terdalam dari performa gila Sally Hawkins.”
Beberapa penonton juga memberikan nilai B+ di CinemaScore, menunjukkan penerimaan yang kuat meski film ini bukanlah hiburan ringan.
“Nonton ini kayak dicekik pelan-pelan, tapi entah kenapa pengen ngulang,” cuit seorang penggemar, mencerminkan daya tarik film yang adiktif sekaligus menyakitkan.
Di Indonesia, antusiasme tak kalah besar. Seorang pengguna X menyebut film ini sebagai “horor A24 yang selalu punya pendekatan unik, lebih fokus ke suasana dan cerita psikologis.”
Komunitas pecinta film horor di Tanah Air ramai membahas adegan-adegan mengerikan, seperti satu momen yang melibatkan buah melon yang kini menjadi bahan obrolan di kalangan penggemar.
Bring Her Back sukses menghadirkan pengalaman horor yang tak sekadar menakutkan, tetapi juga memancing refleksi tentang duka dan trauma. Kemampuan Philippou bersaudara untuk membuat penonton berempati bahkan dengan karakter paling jahat—seperti Laura—adalah pencapaian tersendiri.
Namun, beberapa penonton merasa cerita agak lambat di awal dan kurang orisinal dibandingkan karya horor modern lain yang juga mengusung tema duka, seperti Hereditary.
Meski begitu, kekuatan film ini terletak pada eksekusi visual dan emosionalnya yang tak kenal kompromi.
Bring Her Back adalah bukti bahwa A24 dan Philippou bersaudara mampu mendorong batas-batas genre horor. Dengan performa luar biasa dari Sally Hawkins, cerita yang menggali luka batin, dan atmosfer yang menyesakkan, film ini bukan sekadar tontonan, melainkan pengalaman yang mengguncang. Bagi penggemar horor yang mencari sesuatu di luar kejutan murahan, film ini wajib masuk daftar tonton. (*)