Samarinda, Sketsa.id – Di tengah meningkatnya tren anak muda yang bercita-cita menjadi influencer, Ketua Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Baba, menegaskan bahwa pendidikan harus tetap menjadi prioritas utama. Menurutnya, pilihan untuk meniti karier sebagai content creator atau influencer bukan hal yang keliru, asalkan tidak mengesampingkan pendidikan sebagai fondasi penting masa depan.
Baba menilai, pesatnya perkembangan teknologi informasi memang telah membuka banyak peluang baru di dunia kerja. Profesi seperti influencer, content creator, dan pebisnis digital kini sangat diminati generasi muda, bahkan sejak masih duduk di bangku sekolah. Mereka aktif membangun persona digital melalui platform seperti Instagram, YouTube, dan TikTok.
“Saya sangat memahami kenapa profesi influencer saat ini sangat digemari. Tidak ada yang salah, karena anak-anak muda ingin kreatif, ingin mandiri, dan ingin menghasilkan uang sendiri. Itu sangat baik. Namun, saya selalu ingatkan, jangan abaikan pendidikan. Itu tetap fondasi utama untuk masa depan,” ujar Baba.
Ia menyoroti fenomena makin banyaknya pelajar yang cenderung mengesampingkan pendidikan tinggi demi mengejar popularitas dan penghasilan dari dunia digital. Sebagian bahkan mulai menganggap jalur akademik terlalu panjang atau kurang relevan dengan kondisi saat ini.
Menurut politisi dari Fraksi PDI-Perjuangan itu, faktor-faktor seperti tekanan ekonomi keluarga, terbatasnya lapangan kerja formal, hingga gaya hidup yang konsumtif menjadi pemicu meningkatnya ketertarikan anak muda terhadap profesi digital ini. Meski demikian, ia mengingatkan bahwa dunia influencer penuh ketidakpastian.
“Dunia influencer ini sangat dinamis. Popularitas bisa naik dalam semalam, tapi bisa juga meredup dalam sekejap. Kalau mereka tidak punya bekal pendidikan dan keterampilan lain, akan sulit untuk bertahan dalam jangka panjang. Pendidikan itu bukan hanya soal gelar, tapi tentang membangun kemampuan berpikir, karakter, dan etika,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Baba turut menceritakan kisah masa mudanya yang harus bekerja keras demi bisa tetap mengenyam pendidikan. Ia mengaku berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi, sehingga harus membagi waktu antara belajar dan bekerja.
“Saya ini juga dulu anak yang harus bekerja sambil sekolah. Tidak ada biaya, jadi saya harus cari penghasilan sendiri agar tetap bisa bersekolah. Tapi saya tidak pernah berpikir untuk berhenti belajar. Justru pengalaman itu yang menguatkan saya, dan akhirnya membawa saya ke posisi saya sekarang,” ujarnya.
Dengan latar belakang tersebut, Baba menyatakan dirinya memahami jika ada anak muda yang harus bekerja lebih dahulu. Ia bahkan mendorong agar semangat menempuh pendidikan tidak padam, walau dilakukan secara bertahap atau sambil bekerja.
“Tidak masalah kalau mereka mau kerja dulu, termasuk jadi influencer. Tapi usahakan untuk tetap melanjutkan pendidikan, meskipun harus tertunda. Misalnya, kuliah sambil tetap aktif di dunia digital. Banyak kampus sekarang juga sudah fleksibel dengan program kuliah daring,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya peran keluarga dalam mendampingi anak menghadapi era digital. Menurutnya, diskusi terbuka dan pemahaman bersama akan lebih efektif dibanding larangan semata.
Keluarga harus jadi tempat diskusi yang sehat. Jangan langsung melarang anak-anak jadi influencer, tapi berikan pemahaman bahwa pendidikan itu tetap penting. Dunia digital memang menjanjikan, tapi tetap harus diimbangi dengan kecerdasan dan akhlak yang baik,” katanya.
Menutup pernyataannya, Baba mendorong lembaga pendidikan di Kaltim agar lebih responsif terhadap dinamika zaman. Ia menyarankan agar sekolah dan perguruan tinggi mulai memasukkan materi terkait literasi digital, etika bermedia, dan kewirausahaan ke dalam kurikulum.
“Kita tidak bisa menutup mata. Dunia sudah berubah. Sekolah juga harus berubah. Kita perlu bekali anak-anak kita dengan kemampuan digital yang baik, tapi jangan lupakan etika, nilai moral, dan pemahaman tentang dunia nyata. Ini tanggung jawab kita bersama,” tutupnya. (Adv/DPRD Kaltim)