Samarinda, Sketsa.id – Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Agusriansyah Ridwan, menegaskan bahwa praktik dukungan anggota dewan dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) kerap disalahartikan sebagai “titipan”. Menurutnya, hal tersebut sejatinya merupakan bentuk penyaluran aspirasi masyarakat yang kesulitan mengakses pendidikan.
“Masalah utamanya bukan pada dukungan kami, melainkan pada ketidakmampuan pemerintah memenuhi hak pendidikan seluruh calon peserta didik. Jika pemerintah hadir dengan solusi tuntas, tidak akan ada warga yang memerlukan bantuan untuk masuk sekolah,” tegas Ridwan, Selasa (10/6).
Ia mempertanyakan mengapa fokus persoalan dialihkan ke isu “titip” sementara akar masalahnya adalah keterbatasan daya tampung sekolah dan minimnya fasilitas pendidikan.
“Mengapa menyalahkan wakil rakyat yang menjalankan fungsi pengawasan dan legislasi? Tugas kami justru memastikan pemerintah menciptakan pemerataan pendidikan,” ujarnya.
Ridwan menegaskan bahwa upaya anggota dewan membantu masyarakat yang kesulitan mendaftar sekolah adalah bentuk perjuangan aspirasi, bukan praktik titip. “Peserta didik tidak boleh disalahkan hanya karena ingin sekolah. Ini adalah aspirasi yang wajib kami perjuangkan,” tegasnya.
Sebagai solusi, Ridwan mengajukan tiga langkah mendesak:
1. Penambahan Rombongan Belajar (Rombel) di sekolah yang daya tampungnya tidak memadai.
2. Rehabilitasi infrastruktur dan kelengkapan sarana-prasarana sekolah di seluruh wilayah Kaltim.
3. Penyediaan transportasi representatif bagi siswa, terutama di daerah terpencil. “Siswa tidak boleh lagi berkendara sendiri. Pemerintah harus menyediakan armada antar-jemput,” tegasnya.
Ia menekankan, sebagai provinsi kaya sumber daya, Kaltim seharusnya mampu mewujudkan hal ini dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
“Manfaatkan CSR perusahaan dan alokasi APBN untuk pendidikan. Jangan sampai persoalan pendidikan hanya direduksi menjadi urusan UKT atau SPP,” pungkasnya.
Ridwan juga mengingatkan bahwa beban finansial pendidikan tidak hanya soal biaya sekolah, tetapi juga kebutuhan pendukung seperti transportasi dan perlengkapan belajar yang justru lebih membebani orang tua. (Adv/ DPRD Kaltim)