Aktivitas Muat Kayu Terhambat, Perusahaan Di Kubar Keluhkan Kebijakan KSOP

Samarinda, SKETSA.ID – PT Sendawar Adhi Karya (SAK), perusahaan kayu yang berkonsesi di kawasan Muyub Ilir, Kabupaten Kutai Barat (Kubar). Menggelar konfrensi pers, Sabtu (13/11/2021). Pada gelaran itu PT SAK menyampaikan keberatannya pada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) kelas II Samarinda, yang menghentikan izin keselamatan pemanfaatan garis pantai oleh PT SAK.

Akibat penghentian izin tersebut, aktivitas pengangkutan kayu PT SAK melalui jalur sungai jadi terhambat. Diketahui, izin tersebut dihentikan oleh KSOP kelas II Samarinda sejak bulan Mei 2021 terkait persoalan sengketa lahan tempat penimbunan kayu (TPK) atau  Logpond antara PT. SAK dengan PT. Tering Indah Jaya (TIJ) yang beroperasi di kawasan yang sama.

Menurut Kepala Administrasi Umum Personalia dan Humas PT SAK, Ahmad Anas. Terkait permasalahan lahan area TPK, pihaknya telah melakukan kesepakatan bersama PT TIJ untuk tidak saling bersengketa, secara tertulis pada bulan Juni 2021 yang juga ditembuskan pada pihak KSOP Samarinda.

“Kami sudah clear. Tapi surat itu juga belum dijawab hingga saat ini oleh KSOP Kelas II Samarinda. Alih-alih, KSOP meminta perkara sengketa lahan itu masuk ke ranah pengadilan,” ujar Ahmar.

Pada konferensi pers yang digelar oleh PT SAK, Ahmat mengatakan bahwa pihaknya telah memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan oleh Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan untuk permohonan terbitnya izin.

“Kita mempertanyakan kenapa KSOP menilai lahan tersebut adalah lahan sengketa, sedangkan itu bukan kapasitas KSOP untuk menilai,” kata Ahmar pada saat konferensi pers.

Lanjut, dirincikan Ahmat jumlah kayu milik HTI di di atas lahan milik PT SAK adalah 11.000 hektar dari total luas lahan 25.400 hektare. Dengan tidak adanya rekomendasi KSOP Samarinda, hasil kayu tidak bisa keluar atau diperdagangkan dengan jumlah sekira 500.000 m3.

“Kayu di HTI itu sudah memasuki masa panen sejak dua tahun lalu, namun karena terkendala izin Pemanfaatan Garis Pantai, terpaksa tidak dipanen,” kata Ahmar.

Akan hal tersebut, dikatakan Ahmar negara turut berpotensi kehilangan penerimaan dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Sektor Kehutanan dari PT SAK kurang lebih Rp 200 miliar, yakni tidak menerima Dana Reboisasi (DR) dan Pungutan Sumber Daya Hutan (PSDH) dari 500.000 m3 kayu yang dikalikan Rp 400.000/m3 tersebut.

“Sudah dua tahun lebih tidak bisa mengeluarkan kayu dari hutan, kemudian sejak setahun lalu sudah mulai memberhentikan 75 persen pekerja, karena tak mempunyai dana lagi menggaji pekerja,” papar Ahmar.

Terpisah, Kepala Kantor KSOP Kelas II Samarinda, Mukhlis Tohepaly menuturkan, bahwa pembahasan masalah ini sudah diambil alih oleh DPRD Kaltim.

“Kalau (DPRD) bilang oke, ya oke. Nah, kami (KSOP) sudah menjawab di sana (di RDP). Bagaimana mau diproses kalau tanah itu dua pihak masih mengakui mempunyai hak yang sama di atas satu objek (lahan). Itu saja, jangan tanya-tanya itu lagi,” ujarnya saat dikonfirmasi, Sabtu, 13 November 2021.

Mukhlis menegaskan, jika persoalan tumpang-tindih lahan tidak bisa selesai, maka rekomendasi KSOP Kelas II Samarinda terkait Keselamatan Pelayaran Pemanfaatan Garis Pantai untuk selanjutnya diurus PT SAK ke Kementerian Perhubungan di Jakarta tak bisa dikeluarkan.

“Begini, mereka (PT Sendawar) sudah datang berkali-kali di kantor, diberitahukan berkali-kali, kalau tidak selesai itu ya tidak bisa kami proses. Sudah ya, cukup,” pungkasnya. (*)