Samarinda, Sketsa.id – DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mendukung komitmen Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda mewujudkan wilayah bebas tambang pada 2026. Namun, Wakil Ketua DPRD Kaltim, Ananda Emira Moeis, menegaskan target ini mustahil tercapai tanpa sinergi multipihak.
Ananda Moeis menyatakan, persoalan tambang di Samarinda bersifat kompleks, tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menimbulkan bencana dan kesengsaraan masyarakat.
“Pemkot tak bisa bekerja sendiri. Peran aktif masyarakat dan pemangku kepentingan mutlak diperlukan,” tegas politisi PDI-Perjuangan itu, Kamis (15/5/2025).
Ia mendorong warga melaporkan aktivitas tambang ilegal ke pihak berwenang.
“Lingkungan aman, nyaman, dan bebas banjir hanya terwujud jika kita bersama-sama mengawal program ini,” ujarnya.
Senada dengan hal itu, Subandi, Anggota Komisi III DPRD Kaltim, mengkritik kebijakan sentralisasi kewenangan pertambangan ke pemerintah pusat berdasarkan UU No. 3/2020. Menurut politisi PKS ini, aturan tersebut melemahkan kemampuan daerah mengawasi dan menindak tambang ilegal.
“Daerah kehilangan daya. Revisi UU diperlukan agar pemda memiliki kewenangan menertibkan aktivitas merusak ini,” papar Subandi, yang juga mantan Wakil Ketua DPRD Samarinda.
Ia mencontohkan kasus perusakan Hutan Pendidikan Unmul (KHDTK) oleh tambang ilegal baru-baru ini.
“Ini paru-paru kota, tapi malah ditambang! Penegakan hukum harus tegas,” tegasnya.
Subandi mendesak kepolisian dan instansi terkait segera menetapkan tersangka serta mengembalikan kewenangan pengawasan ke daerah.
Kedua legislator sepakat: solusi tuntas masalah tambang di Samarinda membutuhkan kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, masyarakat, dan penegak hukum. Tanpa itu, target 2026 hanya akan menjadi wacana. (ADV/DPRD Kaltim)