Anggota DPRD Kaltim Soroti Kekurangan Rombel dan Infrastruktur Sekolah di Kaltim Timur

FOTO: Agusriansyah Ridwan, Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim)

Samarinda, Sketsa.id – Agusriansyah Ridwan, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), menyoroti sejumlah permasalahan mendasar dalam bidang pendidikan di daerah pemilihannya (Dapil), khususnya Kabupaten Berau, Kutai Timur (Kutim), dan Kota Bontang. Sorotan utama mencakup kekurangan ruang belajar (rombel), sarana prasarana, dan infrastruktur penunjang.

Dalam paparan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur terkait daya tampung sekolah menengah pertama (SMP), Agusriansyah mengaku belum mendapatkan gambaran lengkap. Menurutnya, data yang disajikan hanya menunjukkan kuota daya tampung per rombel terpenuhi berdasarkan jumlah rombel yang ada.

“Kalau untuk Berau, Kutim dan Bontang, dilihat dari rombel yang ada, jika satu sekolah menerima 40 siswa, kuotanya memang terpenuhi,” kata Agusriansyah, Selasa (10/6).

Namun, Agusriansyah menegaskan ada data krusial yang belum disajikan: jumlah lulusan SMP atau calon siswa (input) yang akan mendaftar ke jenjang berikutnya. Tanpa data ini, mustahil melakukan pembandingan untuk mengidentifikasi kekurangan rombel yang sebenarnya.

“Siapa tahu daya tampungnya 3.000 siswa, tapi yang mau masuk 6.000. Tadi kan tidak ditampilkan. Ini perlu. Kalau pembandingnya ada, baru kita tahu berapa sebenarnya kekurangan rombel,” tegas Agusriansyah.

Tiga Poin Kunci Perbaikan

Berdasarkan temuan ini, Agusriansyah mengajukan tiga poin kunci perbaikan untuk pendidikan di Kaltim Timur:

1. Percepatan Penyediaan Rombel Representatif: Pemerintah daerah perlu segera memenuhi kekurangan ruang belajar yang representatif di semua sekolah.
2. Penyiapan Sarana Prasarana: Perhatian serius diperlukan untuk menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.3. Perbaikan Infrastruktur Akses: Infrastruktur jalan menuju sekolah-sekolah harus diperbaiki dan ditingkatkan kualitasnya.

Fleksibilitas Regulasi Daerah

Agusriansyah juga mendorong adanya fleksibilitas regulasi. Ia menegaskan bahwa daerah tidak harus terikat secara kaku pada standarisasi regulasi dari pemerintah pusat.

“Regulasinya tidak harus mengikuti standarisasi secara saklek terhadap regulasi dari pusat. Memungkinkan tidak Perda yang lokal ini? Kenapa tidak memungkinkan? Memungkinkan,” ujarnya dengan tegas.

Ia mengingatkan dasar hukumnya adalah Pasal 31 Undang-Undang Dasar 1945 yang menjamin hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Menurutnya, semua peraturan di bawahnya tidak boleh bertentangan dengan konstitusi, terutama dalam hal prinsip keadilan dan kemanusiaan.

“Sisi keadilan, sisi kemanusiaan itu sudah diatur di sana (UUD 1945),” pungkas Agusriansyah Ridwan, menekankan pentingnya prioritas pendidikan bagi masa depan daerah. (Adv/ DPRD Kaltim)