SAMARINDA, Sketsa.id – Gelar baru kembali disematkan. Hj. Syarifah Suraidah Harum, perempuan yang sudah akrab dengan segudang peran—mulai dari politisi Golkar hingga Ketua PKK Kaltim—kini bertambah satu: Bunda Literasi Kalimantan Timur.
Dalam upacara khidmat di Pendopo Odah Etam, Minggu (19/10/2025), Gubernur Rudy Mas’ud secara resmi menobatkannya sebagai ikon gerakan baca di provinsi yang sedang ‘demam’ karena proyek Ibu Kota Nusantara (IKN). Acara yang juga melantik delapan Bunda Literasi kabupaten/kota ini diharapkan menjadi pemantik, di saat indeks literasi nasional kita masih kerap memerlukan ‘kacamata baca’ untuk menemukan posisinya.
“Literasi adalah fondasi,” seru Gubernur Rudy dalam pidatonya. Sebuah pernyataan yang indah, yang sayangnya harus berhadapan dengan realita betapa fondasi itu kerap terkikis oleh derasnya konten short-form di media sosial.
Lalu, bagaimana dengan sang Bunda Literasi baru? Syarifah, yang juga seorang ibu dari 13 orang anak, tentu adalah ahli dalam ‘literasi’ praktis.
Dalam pidatonya, ia menyerukan gerakan literasi dimulai dari rumah. Sebuah visi yang mulia. Tapi, mari kita bayangkan: di sela-sela mengurus 13 anak, rapat PKK, dan urusan politik, akankah ada waktu untuk mendiskusikan novel Laskar Pelangi atau tren filsafat postmodern dengan si bungsu? Atau jangan-jangan, ‘membaca’ yang dimaksud adalah membaca chat grup keluarga yang bisa mencapai 100 pesan per menit?
Sebagai perempuan modis dan dermawan, Syarifah diharapkan menjadi teladan. Mungkin kita akan segera melihat foto-foto beliau dengan latar buku-buku estetik di Instagram. Pertanyaannya, akankah itu cukup untuk membujuk anak muda yang lebih fasih membuat TikTok dance daripada meringkas sebuah buku?
Ia berjanji akan menghadirkan pojok baca di setiap posyandu. Ini langkah konkret yang patut diacungi jempol. Tapi, kita juga ingat, berapa banyak pojok baca di tempat umum lain yang akhirnya lebih banyak dihuni laba-laba dan debu ketimbang pembaca?
Pengukuhan ini adalah sebuah awal. Sebuah langkah simbolis yang—mari kita berharap—tidak berhenti pada seremoni dan pencitraan. Di tengah gegap gempita pembangunan IKN, membangun peradaban buku adalah tantangan yang sebenarnya.
Selamat bertugas, Bunda Literasi. Topi Anda kini semakin banyak. Semoga yang satu ini tidak hanya menjadi hiasan, tapi benar-benar dipakai untuk melindungi semangat baca generasi Kaltim dari teriknya gempuran digital. Kita tunggu aksinya, bukan sekadar katanya.


