Dari Hutan ke Kontainer: Skandal Tambang Batu Bara Ilegal di IKN

Foto: ist

IKN, Sketsa.id – Dugaan adanya tambang batu bara ilegal di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN) bukan sekadar rumor belaka. Bareskrim Polri baru-baru ini berhasil mengungkap praktik penambangan ilegal yang berlangsung di Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto, sebuah area konservasi yang seharusnya dilindungi.

Praktik ilegal ini telah beroperasi sejak tahun 2016 dan diperkirakan merugikan negara hingga Rp5,7 triliun. Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, menjelaskan bahwa kasus ini terungkap setelah pihaknya menerima informasi mengenai aktivitas pemuatan batu bara ke dalam kontainer di Pelabuhan Kaltim Kariangau Terminal (KKT) Balikpapan.

Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa batu bara yang dimuat dalam ratusan kontainer tersebut akan dikirim ke Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya, Jawa Timur. Menindaklanjuti informasi tersebut, Bareskrim melakukan penyelidikan intensif dari tanggal 23 hingga 27 Juni 2025. Hasilnya, ditemukan bukti bahwa batu bara tersebut ditambang secara ilegal dari kawasan konservasi Bukit Soeharto di Samboja, Kutai Kartanegara.

Polisi telah menahan dua tersangka, YH dan CH, sejak 14 Juli 2025 di Rutan Bareskrim Polri, sementara satu tersangka lainnya, MH, sudah dijadwalkan untuk dipanggil. Brigjen Nunung menjelaskan, “Batu bara ditambang secara ilegal dari kawasan konservasi Taman Hutan Rakyat Bukit Soeharto, kemudian dikemas dalam karung dan dikirim ke Surabaya menggunakan kontainer.”

Para pelaku diduga memalsukan dokumen yang berasal dari dua perusahaan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kutai Kartanegara untuk memberikan kesan legalitas pada aktivitas mereka. Dari tangan para pelaku, polisi berhasil menyita sejumlah dokumen dan 351 kontainer batu bara. Saat ini, kontainer-kontainer tersebut sudah berada di Pelabuhan Tanjung Perak, sementara sebagian masih berada di Pelabuhan Kariangau Balikpapan.

Brigjen Nunung menambahkan bahwa kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp5,7 triliun. Kerugian tersebut terdiri dari biaya hilangnya batu bara yang diperkirakan mencapai Rp3,5 triliun dan kerusakan hutan seluas 4.236,69 hektare yang diperkirakan merugikan negara sebesar Rp2,2 triliun. Perhitungan kerugian ini dilakukan bersama beberapa kementerian dan dihitung sejak tahun 2016 hingga 2025.

Para pelaku kini dijerat dengan Pasal 161 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara, yang mengancam mereka dengan hukuman penjara selama lima tahun serta denda sebesar Rp100 miliar. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya perlindungan terhadap lingkungan dan penegakan hukum yang tegas terhadap praktik ilegal yang merugikan negara dan masyarakat.(*)