Kutai Kartanegara, Sketsa.id – Penggilingan padi di Desa Segihan, Kecamatan Sebulu, masih dikelola secara mandiri oleh para petani tanpa keterlibatan pihak luar. Kondisi ini mendorong pemerintah desa untuk membangun sistem pengolahan dan pemasaran yang lebih terstruktur agar petani bisa meningkatkan daya saing dan kesejahteraan.
Sekretaris Desa Segihan, Setiono Anitabhakti, menyebut bahwa metode tradisional masih menjadi andalan dalam penggilingan padi, meskipun telah ada lumbung pangan desa.
“Kami masih mengandalkan metode tradisional, meskipun ada lumbung pangan yang dikelola bersama masyarakat,” ujar Setiono.
Kendala utama terletak pada keterbatasan modal yang membuat petani sulit mengembangkan fasilitas penggilingan yang lebih modern.
Sementara itu, proses pemasaran juga masih konvensional, di mana petani harus mengemas dan menjual sendiri beras ke pasar lokal.
“Kami tengah menyusun rencana kerja sama dengan berbagai pihak untuk meningkatkan skala produksi dan pemasaran. Namun, tantangan terbesarnya ada pada kesiapan sumber daya manusia dalam mengelola pengolahan hasil pertanian,” jelasnya.
Sebagai respons awal, pemerintah desa mendorong koperasi lokal untuk mengelola lumbung pangan dengan merek sendiri, serta dilengkapi fasilitas seperti lantai jemur dan alat pengering (headlayer) demi menjaga kualitas beras.
Ke depan, peran koperasi akan diperkuat tidak hanya sebagai penyedia sarana, tetapi juga sebagai ujung tombak distribusi beras ke pasar yang lebih luas.
“Kami ingin sistem ini lebih terstruktur agar petani tidak hanya bergantung pada tengkulak, tetapi bisa memiliki akses pasar yang lebih luas dan harga yang lebih stabil,” tegas Setiono.
Dengan pendekatan ini, pemerintah desa berharap petani di Segihan bisa lebih mandiri dalam pengolahan hasil panen sekaligus memiliki kendali lebih besar atas harga jual dan akses pasar. (Adv/cc/Diskominfo Kukar)