Samarinda, Sketsa.id – Komisi IV DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar rapat bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltim pada Senin (21/4/2025). Rapat yang berlangsung dari siang hingga petang ini membahas sejumlah isu krusial, mulai dari Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB), penambahan Ruang Kelas Baru (RKB), pembangunan SMA/SMK/SLB di berbagai kabupaten/kota, hingga implementasi program unggulan “Gratispol” pendidikan.
Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, H. Baba, menegaskan dukungan penuh terhadap program yang digagas Gubernur Rudy Mas’ud dan Wakil Gubernur Seno Aji.
“Kami mendukung program Pak Gubernur. Hari ini kami bahas anggaran 2025 dan 2026 agar program prioritas ini bisa berjalan mulus,” ujar Baba.
Ia menekankan perlunya sinkronisasi anggaran antara 2025 dan 2026 untuk memastikan kelancaran program. Fokus awal Gratispol adalah sekolah negeri di bawah naungan Disdikbud Kaltim, dengan memanfaatkan daya tampung APBD.
Namun, Baba juga membuka peluang diskusi lebih lanjut terkait sekolah swasta.
“Di Balikpapan, misalnya, cakupan pendidikan gratis baru 51 persen. Kami akan bicara dengan Gubernur soal pola untuk sekolah swasta,” ungkapnya.
Tak hanya sekolah umum, program ini juga merangkul pondok pesantren yang terdata di Disdikbud Kaltim, meski sebagian berkolaborasi dengan Kementerian Agama.
“Pesantren masuk dalam Gratispol, asal siswanya warga Kaltim,” tegas Baba.
Bertahap, Mulai dari Seragam hingga Operasional Sekolah
Program Gratispol mencakup pembiayaan seragam, sepatu, dan tas sekolah. Namun, mekanisme penyaluran anggaran—apakah langsung ke dinas atau sekolah berdasarkan jumlah siswa—masih digodok lebih lanjut.
Menariknya, program ini disebut bisa berjalan tanpa regulasi baru. “Untuk SMA dan SMK, kewenangan ada di Disdikbud. Sementara S1, S2, S3 diatur Biro Kesra,” jelas Baba.
Meski begitu, Baba realistis bahwa program ini tak bisa langsung menjangkau 100 persen pada 2025. Anggaran Rp750 miliar yang telah diumumkan saat peluncuran Gratispol akan dibahas lebih lanjut bersama Pemprov Kaltim.
“Tahun ini, kami fokus ke siswa kelas 10 untuk seragam, sepatu, dan tas. Tahun depan, kelas 10 dan 11, lalu berlanjut,” paparnya.
Sementara itu, Kabid Pembinaan SMA/SMK Disdikbud Kaltim, Surasa, mengungkapkan pihaknya tengah mematangkan petunjuk teknis (juknis) untuk memastikan pelaksanaan program berjalan lancar.
“Kami ingin menyamakan persepsi dan mengantisipasi kendala di lapangan,” ujarnya.
Surasa menjelaskan, salah satu wujud Gratispol adalah peningkatan Biaya Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) daerah.
“Dulu ada Bosnas dan Bosda. Sekarang Bosnas tetap, tapi Bosda mungkin naik,” katanya.
Kenaikan ini diharapkan memperkuat operasional sekolah, khususnya SMA, SMK, dan SLB di bawah Disdikbud Kaltim.
BOSP daerah mencakup berbagai kebutuhan, termasuk gaji guru honorer dan seragam.
“Tapi, untuk seragam, juknisnya masih kami selesaikan agar segera bisa dieksekusi,” tambah Surasa.
Meski secara garis besar mirip Bosda, BOSP daerah memiliki modifikasi tambahan yang akan dirinci dalam juknis.
Data Disdikbud Kaltim mencatat sekitar 184 ribu siswa SMA, SMK, Madrasah Aliyah (MA), dan SLB berpotensi menerima manfaat Gratispol. Namun, pelaksanaan penuh masih menunggu juknis resmi dari kepala daerah.
“Kuncinya adalah juknis. Kami sedang menyelesaikannya,” tutup Surasa.
Dengan pendekatan bertahap dan kolaborasi lintas instansi, program Gratispol diharapkan menjadi angin segar bagi dunia pendidikan Kaltim, meski tantangan implementasi masih menanti di lapangan. (*)