Samarinda, Sketsa.id– Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) , Yuriansyah bersama Camat Kongbeng Jumran dan aparatur sipil negara (ASN di lingkungan Pemkab Kutim. menghadiri Rapat Kerja Teknis (Rakertek) Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Provinsi Kalimantan Timur, yang digelar di Hotel Aston Samarinda, beberapa waktu lalu.
Rakertek tersebut juga bagian dari target capaian Forest Carbon Partnership Facility – Carbon Fund (FCPF-CF). Khususnya komponen pertama terkait tata kelola hutan dan lahan, melalui dukungan percepatan pengakuan MНА. Kepala Biro Ekonomi Setprov Kaltim Iwan Darmawan, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat Kejaksaan Kaltim Adnan Hamzah, Ahmad SJA Perkumpulan PADI dan Akhmad Wijaya Yayasan Bioma, hadir sebagai pembicara.
Asisten I Sekkab Kutim Poniso Suryo Renggono mengatakan, Kutim juga memiliki Peraturan Bupati (Perbup) yang mengacu dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1/2015 milik Pemprov Kaltim. Dia pun mengajak untuk lebih berhat-hati dalam urusan MHA.
“Karena pengalaman saya memimpin rapat terkait MHA, memang harus sesuai aturan. Ada subjek, ada wilayah dan ada hukum yang mengatur,” katanya.
Berdasarkan pengalaman itu, Kutim membentuk panitia untuk memfasilitasi, validasi hingga verifikasi data. Setelah semuanya sudah lengkap, akan dilanjurkan.
“Apalagi leading sektornya ada di Kesmas. Sehingga bagi kabupaten-kabupaten yang lain, sebaiknya menyiapkan aturan-aturan terkait ini,” jelasnya.
Sementara itu, Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik melalui Sekretaris DPMD Kaltim Eka Kurniati mengatakan, Rakertek 2023 ini diharapkan dapat meningkatkan komitmen serta menghasilkan rumusan dan masukan penting. Sebagai dasar penyusunan kebijakan percepatan pengakuan MHA.
“Semua pihaknya harus serius dan komitmen untuk bersinergi hingga kolaborasi. Sebagai upaya percepatan pemberian pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan MHA,” sebutnya.
Pihaknya mengingingkan, MHA tidak hanya menjadi objek pembangunan. Tetapi menjadi insan bagian dari pembangunan. Dengan diberikan perhatian dan kesempatan untuk terlibat dalam pembangunan dengan harapan kehidupan lebih baik. Karena dari 185 komunitas asli Kaltim yang tersebar di 150 desa dan kelurahan, baru dua komunitas yang diakui menjadi MHA. (adv/pa/Kutai Timur)