Samarinda, Sketsa.id – Kemiskinan ekstrem di Benua Etam patut menjadi perhatian oleh Pemprov Kaltim untuk dientaskan. Sekadar informasi, persentase penduduk miskin nasional berada di angka 9,36 persen. Sementara Kaltim berada di angka 6,11 persen.
Merespon permasalahan itu, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim, Puji Setyowati menyampaikan bahwa tahun 2022 angka kemiskinan Kaltim sempat menurun sebesar 0,6 persen. Namun pada tahun ini, tingkat kemiskinan mulai naik lagi.
“Indikatornya banyak. Apakah karena adanya PHK (pemutusan hubungan kerja) baru, ataukah memang kurangnya lapangan pekerjaan yang disediakan. Ataukah ada inflasi harga melambung tinggi sehingga daya beli masyarakat tidak mampu lagi,” jelasnya.
Legislator Karang Paci dari Fraksi Demokrat ini mengatakan, berbicara masalah kemiskinan, tentu tidak bisa berbicara dari satu indikator saja. Oleh karena itu, kalau yang perlu dibangun adalah lapangan pekerjaan, maka hal itu yang harus dibangun dan benahi, terutama untuk memaksimalkan hilirisasi.
“Contohnya kita punya pisang, singkong ubi dengan kualitas yang bagus. Tetapi begitu dipanen, dikirim keluar pulau. Kemudian setelah pisang dan singkong atau ubi itu dibuat berbagai produk, hasil olahannya dikirim kembali ke pasar-pasar Kaltim. Saat masih bahan baku dibeli mereka di Kaltim 50 ribu rupiah, tapi setelah diolah harganya jadi 5 juta rupiah,” paparnya.
Lebih lanjut, Puji menekankan, untuk mewujudkan hilirisasi, pemerintah harus mendirikan sentra-sentra pengolahan sesuai dengan sumber daya alam yang ada di Kaltim untuk mengurangi angka kemiskinan.
“Kalau pemerintah berkomitmen mengurangi tingkat kemiskinan di wilayah yang kaya raya akan sumber daya alam ini, harus konsekuen hilirisasi diciptakan untuk lapangan pekerjaan dengan mendirikan pabrik pengolahan,” imbuhnya.
Selain itu, perbaikan infrastruktur juga mesti dilakukan oleh Pemprov Kaltim, karena diduga faktor tersebut menjadi salah satu penyebab tingkat kemiskinan Kaltim cukup tinggi.
“Harapannya, APBD yang ada bisa dipergunakan untuk pembenahan infrastruktur dan konektivitas. Bukan hanya yang ada di perkotaan saja, tetapi mencakup dan menjangkau masyarakat di desa-desa,” tandasnya. (adv/ pa/ DPRD Kaltim)