Kejaksaan RI dan Dewan Pers Jalin Kerja Sama untuk Penegakan Hukum dan Kemerdekaan Pers

Foto: Penandatangan MOU Kejaksaan Republik Indonesia dengan Dewan Pers. (ist)

Jakarta, Sketsa.id – Kejaksaan Republik Indonesia (Kejagung) dan Dewan Pers resmi menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) pada Selasa, 15 Juli 2025, di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta. Kerja sama ini mengusung tema “Koordinasi dalam Mendukung Penegakan Hukum, Perlindungan Kemerdekaan Pers, Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat, dan Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia”. Penandatanganan dilakukan langsung oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin dan Ketua Dewan Pers Prof. Komaruddin Hidayat.

MoU ini mencerminkan komitmen bersama untuk menjaga kemerdekaan pers sekaligus mendukung penegakan hukum yang transparan dan berkeadilan. Dewan Pers berharap sengketa di ranah pers dapat diselesaikan secara internal oleh komunitas pers, sehingga tidak perlu berlanjut ke ranah hukum.

Empat Fokus Kerja Sama
Kerja sama ini mencakup empat aspek utama:
1. Dukungan terhadap penegakan hukum dan perlindungan kemerdekaan pers.
2. Penyediaan tenaga ahli dari Dewan Pers untuk mendukung proses hukum.
3. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat.
4. Penguatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan edukasi.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menegaskan bahwa kerja sama ini bukan sekadar seremonial, melainkan langkah nyata untuk menjaga integritas negara dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap institusi hukum.
“Pers adalah sahabat kami. Ketika saya menjabat sebagai Jaksa Agung, citra Kejaksaan masih negatif di mata masyarakat. Presiden saat itu menegaskan, tanpa pers, kerja kami tidak akan tersampaikan ke publik. Pers adalah jembatan penting untuk membangun kepercayaan masyarakat,” ungkap Burhanuddin.

Ia juga menyoroti peran pers sebagai elemen pengawasan. “Indonesia sangat luas, dan kami tidak mungkin mengawasi semua sendiri. Dengan pengawasan dari pers, tercipta kontrol publik yang sehat,” tambahnya.

Tantangan Media di Era Digital
Ketua Dewan Pers, Prof. Komaruddin Hidayat, menggarisbawahi tantangan baru yang dihadapi dunia pers, terutama dengan maraknya media sosial yang tidak terfilter. Ia menyebut media sosial sebagai “jalur tol udara” yang menawarkan kebebasan tanpa batas, tetapi juga rawan menyebarkan informasi yang tidak sehat.

“Dua dekade lalu, regulasi pers dirancang untuk era keemasan media konvensional yang menjunjung independensi. Kini, media sosial menjadi tantangan besar, tidak hanya bagi Dewan Pers, tetapi juga bagi berbagai lembaga dan masyarakat,” ujar Komaruddin.

Ia menyoroti bagaimana konten sensasional di media sosial sering kali mengesampingkan substansi edukatif demi keuntungan finansial.
“Undang-undang pers belum mampu menjangkau dinamika media sosial, yang kini memainkan peran besar dalam arus informasi publik, bahkan hingga isu kedaulatan data nasional,” tambahnya.

Komaruddin mengusulkan pembentukan platform digital nasional untuk menjamin keamanan dan kedaulatan data masyarakat Indonesia.
“China telah berhasil dengan aplikasi lokalnya. Kita juga harus mampu membangun platform serupa agar tidak bergantung pada platform global yang mengelola data kita,” tegasnya.

Komaruddin berharap kerja sama ini dapat melindungi masyarakat dari informasi yang menyesatkan dan tidak mendidik.
“Di tengah banjir informasi, kita harus memastikan masyarakat tetap mendapatkan konten yang bermutu dan tidak tenggelam dalam sampah informasi,” tuturnya.

Penandatanganan MoU ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat sinergi antara lembaga hukum dan pers. Dengan kolaborasi yang erat, diharapkan penegakan hukum dapat berjalan tanpa mengorbankan kebebasan pers, sekaligus mendorong pemberitaan yang lebih bertanggung jawab dan transparan. Kerja sama ini juga diharapkan memberi dampak nyata, baik dalam meningkatkan kualitas jurnalisme maupun memperkuat kepercayaan publik terhadap supremasi hukum.(*)