PKPU PT Lombok Energy Dynamics Dikabulkan Pengadilan Niaga Surabaya

Surabaya, Sketsa.id – Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara kepada  Perusahaan listrik swasta yang berpusat di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, PT Lombok Energy Dynamics (PT LED), dikabulkan oleh Pengadilan Niaga (PN) Surabaya.

Putusan tersebut, dibacakan oleh Majelis Hakim dalam sidang E-Court atau persidangan elektronik pada perkara PKPU dengan nomor registrasi 22/pdt. Sus-PKPU/PN Niaga SBY. Kamis, (9/3/2023)

Diketahui, bahwa pemohon perkara adalah perusahaan konstruksi PT Graha Benua Etam yang memiliki tagihan kepada PT Lombok Energy Dynamics, senilai Rp27 miliar atas pembangunan gudang batu bara yang telah dikerjakan sejak 2018 – 2021.

Sedangkan terhadap sebuah kreditur lainnya, yaitu CV Citra, PT Lombok Energy Dynamics tercatat memiliki utang atas suplai batu bara yang belum dibayar sejak tahun 2020 senilai Rp21 miliar.

Dalam putusan Majelis Hakim yang diketuai oleh Taufan Mandala dan dua Hakim anggota yakni Dewantoro dan Sudar menetapkan PKPU sementara kepada PT Lombok Energy Dynamics dalam waktu 45 hari.

Selanjutnya PT Lombok Energy diberikan waktu 45 hari untuk menyusun proposal perdamaian.

Pada perkara itu, Majelis hakim telah memutuskan Gunawan Tri Budiono sebagai Hakim Pengawas, dan menunjuk empat orang sebagai pengurus yakni Patriana Purwa, Oktavianus Sabontaka, Michael Pradipta Napitupulu,, Rianto Abimail dan Herry Gosby Siregar.

Kuasa Hukum PT GBE, M Ikhwan Rausan Fikri mengaku bersyukur setelah permohonan PKPU telah dikabulkan oleh majelis hakim.

“Kami berharap pada masa PKPU sementara ini bisa dimaksimalkan oleh PT lombok energy untuk menyusun proposal perdamaian dengan sebaik mungkin,” kata Ikhwan.

Ia mengungkapkan bahwa sidang perkara khusus PKPU dan Kepailitan yang di ajukan PT GBE ini, masuk dalam pilot projek PN Surabaya dalam penerapan sidang secara E-court atau elitigasi atau sidang elektronik.

” Sedari awal telah disepakati baik pemohon maupun termohon pada perkara ini dilaksanakan secara elitigasi, dan itu juga di tegaskan oleh Majelis hakim, sehingga sejumlah tahapan sidang dilaksanakan secara elitigasi,”jelas Ikwan.

ia mengakui bahwa dalam penerapannya sidang e-court ini belum bisa dilaksanakan secara maksimal, karena mengandalkan jaringan internet, dan pada saat putusan sempat terjadi down internet sehingga sempat beredar opini negatif terkait perkara tersebut.

“Dalam hukum acara putusan majelis hakim memang harus dibacakan, tapi ada peraturan lain dari Mahkamah Agung yang menerangkan bahwa sidang ecourt atau elitigasi sama kuatnya dengan persidangan majelis hakim saat di bacakan di muka umum,” Pungks Ikhwan. (*)