Polisi Represif di May Day: KIKA Serukan Perlindungan Kebebasan Akademik

Foto: ist

Jakarta, Sketsa.id – Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyuarakan keprihatinan mendalam atas tindakan represif aparat kepolisian terhadap peserta demonstrasi Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025 di Jakarta.

Aksi yang seharusnya menjadi wujud kebebasan berekspresi ini justru berujung pada kekerasan, penangkapan sewenang-wenang, hingga dugaan kekerasan seksual terhadap aktivis, termasuk seorang mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM).

Jorgiana Augustine, mahasiswi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum UGM, menjadi salah satu korban. Saat mengambil peran sebagai relawan medis dan paralegal dalam aksi May Day, Jorgiana justru mengalami pemukulan, penangkapan paksa, penggeledahan tanpa prosedur, hingga tindakan kekerasan seksual oleh oknum aparat kepolisian.

Bersama 13 rekan demonstran lainnya, ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada 7 dan 23 Mei 2025, dengan tuduhan melanggar Pasal 212, 216, dan 218 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Alasan penetapan tersangka ini karena mereka dianggap tidak mematuhi perintah petugas saat aksi berlangsung.KIKA menilai tindakan ini bukan hanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM), tetapi juga serangan terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik.

“Jorgiana sedang menjalankan tugas kemanusiaan dan advokasi hukum. Tindakan represif ini mencerminkan kegagalan negara melindungi warga sipil, terutama mereka yang menjalankan peran kritis sesuai hak konstitusional,” tegas KIKA dalam pernyataannya pada 11 Juni 2025.

Menurut KIKA, kriminalisasi terhadap Jorgiana dan 13 rekannya merupakan pelanggaran terhadap sejumlah regulasi internasional dan nasional, termasuk Pasal 19 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yang telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun 2005, Pasal 13 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) melalui UU No. 11 Tahun 2005, serta Standar Norma dan Pengaturan (SNP) No. 5 Tahun 2021 tentang Hak atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, termasuk Prinsip-Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik.

Sebagai mahasiswi, Jorgiana seharusnya memiliki kebebasan penuh untuk mengembangkan pengabdian masyarakat, pendidikan, dan penelitian sesuai kaidah keilmuan tanpa ancaman atau pembatasan.

“Insan akademis seperti Jorgiana harus bebas dari represi. Aparat kepolisian, sebagai otoritas publik, justru wajib melindungi kebebasan akademik, bukan mempersempitnya,” lanjut KIKA.

Menanggapi kasus ini, KIKA menyampaikan sejumlah poin penting:
1. Perlindungan Hak Sipil: Tindakan Jorgiana dan 13 demonstran lainnya adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan praktik kebebasan akademik yang dijamin konstitusi serta hukum internasional. Mereka berhak atas perlindungan hukum, bukan kriminalisasi.
2. Hentikan Proses Hukum: KIKA mendesak Polda Metro Jaya menghentikan segala proses hukum terhadap Jorgiana dan 13 rekannya. Sebaliknya, oknum aparat yang melakukan kekerasan fisik dan seksual harus diusut secara transparan.
3. Penegakan Hukum Berbasis HAM: Aparat penegak hukum diminta bertindak sesuai prosedur, tanpa diskriminasi, dengan mengedepankan prinsip HAM dan kesetaraan gender.
4. Peran Komnas HAM: KIKA menyerukan Komnas HAM untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan langkah edukatif serta preventif bagi aparat kepolisian.
5. Tanggung Jawab Kampus: UGM dan perguruan tinggi lain diminta proaktif melindungi mahasiswa sebagai bagian dari sivitas akademika.
6. Ancaman Demokrasi: Tindakan represif terhadap warga sipil, termasuk mahasiswa, adalah pembungkaman kebebasan berpikir kritis dan ancaman serius bagi demokrasi serta negara hukum.

KIKA menegaskan bahwa kebebasan akademik adalah pilar penting dalam membangun masyarakat yang kritis dan beradab.
Tindakan represif seperti yang dialami Jorgiana dan rekan-rekannya bukan hanya pelanggaran HAM, tetapi juga cerminan stabilitas semu yang dibangun di atas ketakutan.

“Kebebasan akademik tidak boleh dibungkam. Kami mengajak semua pihak untuk bersolidaritas menentang represi dan memperjuangkan keadilan,” tutup KIKA.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa perjuangan untuk kebebasan berekspresi dan akademik masih jauh dari selesai. Sketsa.id akan terus mengikuti perkembangan kasus ini dan mendorong transparansi serta akuntabilitas dari pihak berwenang. (*)