Probolinggo, Sketsa.id – Di era banjir informasi digital, literasi anti-hoaks menjadi kebutuhan mendesak, terutama di kalangan santri. Hal ini disampaikan Prof. Dr. Zamroni, M.Pd., Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan UIN Sultan Aji Muhammad Idris (UINSI) Samarinda, dalam International Conference Universitas Nurul Jadid, Probolinggo, pada Sabtu, 18 Oktober 2025. Konferensi bertema “The Future Is Now: Reimagining Knowledge, Power, and Justice in a Changing World” ini menghadirkan ratusan peserta dari berbagai negara.
Dalam makalahnya bertajuk “Anti Hoax Campaign: Penguatan Literasi Media Santri dalam Membangun Gerakan Islam Damai”, Prof. Zamroni memaparkan hasil studi komparatif antara Pondok Pesantren Nurul Jadid (Probolinggo) dan Pondok Pesantren Nabil Husein (Samarinda).
Penelitian ini menggambarkan bagaimana pesantren dari dua wilayah berbeda berupaya membekali santri dengan kemampuan literasi media untuk melawan hoaks.
“Santri bukan hanya penutur kitab, tetapi juga harus menjadi penjaga kebenaran di era digital. Mereka bukan sekadar konsumen informasi, melainkan produsen nilai yang menyebarkan kebaikan,” ujar Prof. Zamroni di hadapan audiens internasional.
Literasi Anti-Hoaks sebagai Jihad Intelektual
Menurut Prof. Zamroni, literasi anti-hoaks bukan sekadar kemampuan teknis untuk memverifikasi fakta, tetapi juga bentuk jihad intelektual.
Di tengah maraknya provokasi, fitnah, dan informasi menyesatkan yang dapat memecah belah umat, santri diharapkan menjadi garda terdepan dalam Gerakan Media Islam Damai.
“Pesantren memiliki kekuatan moral dan kultural yang luar biasa. Jika santri terlatih untuk kritis terhadap informasi, mereka mampu menjadi pelopor gerakan yang menyebarkan kebenaran, bukan kebencian,” tegasnya.
Studi Prof. Zamroni menunjukkan bahwa kedua pesantren telah mengambil langkah progresif dalam mengintegrasikan literasi media ke dalam pendidikan santri. Mulai dari pelatihan pemeriksaan fakta, pembuatan konten kreatif yang bertanggung jawab, hingga diskusi tentang etika bermedia, inisiatif ini membuktikan bahwa pesantren mampu menjadi laboratorium etika digital.
Peran UINSI dalam Wacana Islam Moderat
Keikutsertaan Prof. Zamroni dalam forum ini memperkuat komitmen UINSI Samarinda dalam mengembangkan wacana keilmuan Islam moderat, khususnya di bidang literasi digital. Kampus ini berupaya menanamkan nilai-nilai Islam rahmatan lil alamin yang adaptif terhadap tantangan zaman kepada mahasiswa dan santri.
“Dengan literasi media yang kuat, santri dapat menjadi agen perubahan yang membawa kedamaian melalui informasi yang benar dan bertanggung jawab,” tutupnya.
Acara ini menjadi panggung bagi UINSI untuk menegaskan peran pesantren sebagai benteng moral di era digital, sekaligus menginspirasi generasi muda untuk aktif melawan hoaks dan mempromosikan narasi Islam yang inklusif dan damai.(*)