Proses Pengembalian SMAN 10 ke Kampus A Yayasan Melati, DPRD Kaltim Minta Pemprov Bijak

FOTO: Sekretaris Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, HM Darlis Pattalongi.

Samarinda, Sketsa.id – DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) mengingatkan Pemerintah Provinsi untuk bertindak hati-hati dan bijak dalam menyikapi proses pengembalian SMAN 10 ke Kampus A milik Yayasan Melati yang berlokasi di Jalan HAMM Rifadin, Samarinda Seberang. Seruan ini disampaikan menyusul munculnya kekhawatiran dari berbagai pihak mengenai nasib ratusan siswa yang masih aktif menempuh pendidikan di kompleks pendidikan milik Yayasan Melati.

Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, HM Darlis Pattalongi, mengungkapkan bahwa saat ini terdapat sekitar 230 siswa dari berbagai jenjang pendidikan, mulai dari tingkat SMP, SMA, hingga SMK—yang masih menjalankan aktivitas belajar mengajar di lokasi yang menjadi objek putusan hukum Mahkamah Agung. Menurutnya, dalam menjalankan kewajiban hukum, pemerintah juga harus mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan keberlangsungan pendidikan siswa yang sedang berlangsung.

“Yayasan Melati juga sedang menjalankan proses belajar mengajar. Maka kami mendorong Pemprov untuk tetap bijak. Jangan ada pihak yang dirugikan,” kata Darlis pada Jumat (27/6).

DPRD Kaltim, kata Darlis, memahami bahwa keputusan Mahkamah Agung yang mewajibkan pemindahan SMAN 10 ke lokasi semula harus dijalankan. Namun, pelaksanaannya memerlukan strategi yang tepat agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar, terutama terhadap siswa yang tidak terlibat langsung dalam persoalan hukum tersebut. Oleh karena itu, DPRD mengusulkan agar proses pengembalian dilakukan secara bertahap sebagai bentuk kompromi dan solusi berimbang.

Salah satu opsi yang diajukan adalah dengan memulai pemindahan dari kelas 10 terlebih dahulu. Pendekatan ini dinilai dapat meminimalisasi disrupsi terhadap kegiatan belajar mengajar yang sudah berjalan dan memberikan waktu bagi Yayasan Melati untuk menyelesaikan proses pendidikan siswa lainnya secara terencana.

Menurut Darlis, pendekatan bertahap ini merupakan langkah bijaksana yang mampu menjaga keseimbangan antara pelaksanaan keputusan hukum dan realitas sosial di lapangan. Ia menegaskan pentingnya menjaga stabilitas pendidikan agar siswa tidak menjadi korban dari tarik-menarik kepentingan antar lembaga.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kaltim melalui Sekretaris Daerah disebut telah merespons situasi ini dengan langkah kompromi. Salah satunya adalah dengan menunda proses pengosongan total terhadap area kampus sebagai bentuk empati terhadap siswa yang masih aktif belajar di lokasi tersebut. Kebijakan ini dinilai sebagai wujud kepedulian pemerintah terhadap kondisi di lapangan dan harus diapresiasi.

“Kalau pemerintah mau, bisa saja memaksa. Tapi mereka memilih jalan damai. Ini harus diapresiasi,” ujar Darlis.

Ia mengingatkan bahwa pendidikan adalah hak dasar warga negara yang tidak boleh terganggu oleh konflik kepentingan antar institusi. Dalam situasi apa pun, kepentingan dan masa depan anak-anak harus menjadi prioritas utama. Oleh sebab itu, proses pemindahan dan pengembalian harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan koordinasi lintas sektor.

“Anak-anak tidak boleh menjadi korban,” tegasnya.

DPRD Kaltim sendiri menyatakan kesiapannya untuk terus terlibat aktif dalam proses mediasi jika dibutuhkan. Darlis menutup pernyataannya dengan harapan agar semua pihak dapat menahan diri, menjunjung tinggi hukum, dan mencari solusi yang tidak hanya sesuai aturan, tetapi juga menjunjung nilai keadilan dan kemanusiaan. (ADV/ DPRD Kaltim)