Salehuddin Sebut Lubang Tambang Kaltim Pengabaian Hak Hidup, Desak Penegakan Hukum Tanpa Kompromi

FOTO: Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin.

Samarinda, Sketsa.id – Lubang-lubang bekas tambang batubara yang menganga tanpa reklamasi di Kalimantan Timur (Kaltim) kembali menyita perhatian. Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim, Salehuddin, menegaskan bahwa fenomena ini bukan sekadar kelalaian, melainkan pengabaian serius terhadap hak hidup masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.

Salehuddin menyoroti sikap banyak perusahaan tambang yang meninggalkan lubang begitu saja usai mengeksploitasi sumber daya.

“Ini bukan lagi kelalaian, tapi pengabaian,” tegasnya pada Selasa (25/6/2025).

Politisi ini menilai lemahnya pengawasan sektor pertambangan menjadi akar masalah, sehingga praktik pembiaran lubang tambang terus terjadi bertahun-tahun. Menurutnya, lubang-lubang itu merupakan ancaman ekologis sekaligus bukti gagalnya penegakan hukum.

Salehuddin memberikan dukungan penuh terhadap langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kaltim yang membuka kembali penyelidikan dugaan reklamasi fiktif atau manipulasi dokumen reklamasi. Ia menekankan momentum ini harus menjadi titik balik untuk membongkar praktik ilegal di industri tambang.

“Banyak izin tambang patut dicurigai. Audit reklamasi harus transparan dan dibuka ke publik. Ini saatnya penegakan hukum dijalankan tanpa kompromi,” ujarnya.

Berdasarkan pengamatan lapangan dan data citra udara, Salehuddin mengungkapkan skala kerusakan jauh lebih luas, khususnya di kawasan antara Samarinda dan Kutai Kartanegara.

“Dari udara, skalanya sangat besar. Ini sudah bukan masalah teknis. Ini pelanggaran lingkungan yang terang-terangan,” katanya.

Ia juga mengkritik tumpang tindih kewenangan antar lembaga yang melemahkan pengawasan. Meski DPRD Kaltim pernah membentuk Panitia Khusus (Pansus) Tambang dan mengeluarkan rekomendasi, termasuk kepada KPK dan kementerian terkait, sebagian besar rekomendasi itu dinilainya belum ditindaklanjuti secara serius.

Lebih lanjut, Salehuddin mendesak Pemerintah Provinsi Kaltim bersikap lebih tegas dalam membatasi dampak pertambangan, salah satunya dengan melarang penggunaan jalan umum sebagai jalur pengangkutan (hauling) batu bara.

“Perusahaan tambang tidak boleh menumpang jalan umum yang dibangun pakai uang rakyat. Kalau tidak berkontribusi pada pemeliharaan, ya jangan pakai,” tegasnya.

Fakta di lapangan memperkuat keprihatinannya: Kaltim memiliki lebih dari 1.400 izin tambang, dan laporan organisasi lingkungan menyebut sekitar 800 lubang tambang masih terbuka dan belum direklamasi hingga 2024. Sebagian lokasi bahkan berdekatan dengan pemukiman warga.

Menutup pernyataannya, Salehuddin berharap upaya hukum yang sedang berjalan menjadi awal reformasi tata kelola pertambangan di Kaltim.

“Kalau kita terus membiarkan, yang kita wariskan bukan kemakmuran, tapi bencana ekologis. Ini saatnya kita bertindak,” pungkas Sekretaris Komisi I DPRD Kaltim itu. (ADV/ DPRD Kaltim)