Samsun Soroti Ancaman Lubang Tambang dan Desak Evaluasi Dana Reklamasi

Foto: Muhammad Samsun, Anggota Komisi III DPRD Kaltim

Samarinda, Sketsa.id – Anggota Komisi III DPRD Kalimantan Timur, Muhammad Samsun, mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya lubang bekas tambang batu bara yang belum ditangani secara tuntas dan kini menjadi ancaman serius bagi keselamatan masyarakat di daerah tersebut.

Menurut Samsun, keberadaan lubang-lubang eks tambang yang dibiarkan terbuka menambah deretan persoalan lingkungan di Kaltim.

Ia juga menegaskan bahwa tanggung jawab utama dalam penanganan masalah ini berada di tangan perusahaan tambang yang memiliki izin operasi.

“Selama ini, perusahaan tambang cenderung mengabaikan kewajiban mereka dalam melakukan reklamasi terhadap lahan bekas aktivitas pertambangan,” ujarnya.

Samsun menjelaskan bahwa salah satu akar permasalahan terletak pada rendahnya nilai dana jaminan reklamasi (Jamrek) yang disetor oleh perusahaan.

Nilai tersebut dianggap tidak mencerminkan kebutuhan riil untuk memulihkan lahan yang rusak akibat aktivitas pertambangan.

“Sebagai ilustrasi, sebuah perusahaan bisa memperoleh pendapatan hingga Rp50 miliar, namun dana Jamrek yang disetorkan hanya sekitar Rp25 miliar. Jumlah tersebut jelas tidak memadai untuk membiayai reklamasi secara menyeluruh,” ungkapnya.

Ia juga mengkritik praktik sejumlah perusahaan yang memilih meninggalkan lahan tambang setelah tak lagi produktif, dengan menyisakan dana reklamasi dalam jumlah yang sangat kecil.

“Dana sebesar Rp200 juta jelas tidak sebanding dengan biaya perbaikan lubang tambang yang bisa mencapai miliaran rupiah. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan memilih angkat kaki, meninggalkan tanggung jawabnya,” kata Samsun.

Lebih jauh, ia menilai bahwa banyak perusahaan lebih mengutamakan keuntungan finansial ketimbang bertanggung jawab atas dampak lingkungan yang ditimbulkan.

Untuk itu, ia mendesak pemerintah agar segera melakukan revisi terhadap kebijakan terkait dana jaminan reklamasi. Ia menilai regulasi saat ini sudah tidak relevan dan perlu disesuaikan agar perusahaan benar-benar menjalankan tanggung jawab lingkungan.

“Perlu ada perubahan dalam regulasi dana reklamasi. Besaran nilai yang ditetapkan harus realistis dan mencerminkan biaya sebenarnya yang diperlukan untuk reklamasi pasca-tambang,” tegasnya.

Samsun juga mengomentari munculnya inisiatif beberapa daerah yang mencoba mengubah bekas lubang tambang menjadi objek wisata. Namun menurutnya, pendekatan semacam ini tidak menyelesaikan akar persoalan.

“Menjadikan lubang tambang sebagai lokasi wisata bukan solusi jangka panjang. Yang paling utama adalah memastikan reklamasi dilakukan secara menyeluruh dan perusahaan tidak lari dari tanggung jawab,” tandasnya. (Adv/DPRD Kaltim).