Xi Jinping Pecat 9 Jenderal Pribadinya: Tanda Kelemahan atau Kekuatan Mutlak di Balik Tembok Besar China?

Foto: Presiden Xi Jinping (ist)

Beijing, Sketsa.id – Di puncak kekuasaan Beijing yang dingin dan tertutup rapat, Presiden Xi Jinping seolah semakin sendirian. Sembilan jenderal yang dia angkat sendiri baru saja ditendang keluar dari panggung militer. Apakah ini sinyal bahwa tahtanya goyah, atau justru bukti tangan besinya semakin menguat? Mari kita kupas tuntas gejolak di balik Partai Komunis China yang misterius ini.

Pembersihan Massal Jelang Sidang Besar

Partai Komunis China baru saja menggelar sidang pleno keempat yang langka pada 20-23 Oktober 2025. Agenda resmi dari Kementerian Pertahanan sudah diumumkan, tapi yang bikin heboh adalah “kematian politik” para penasihat militer terdekat Xi. Sebagian besar jenderal ini sudah ditangkap berbulan-bulan lalu, tapi pengumuman pemecatan resmi pada 17 Oktober membuat semuanya jadi hitam di atas putih.

Menurut keterangan Kementerian Pertahanan, inilah daftar sembilan jenderal yang dicopot dari jabatan partai dan militer:

  1. He Weidong (Wakil Ketua Komisi Militer Pusat)
  2. Miao Hua (Anggota Komisi Militer Pusat, eks Kepala Departemen Pekerjaan Politik)
  3. He Hongjun
  4. Wang Xiubin
  5. Lin Xiangyang
  6. Qin Shutong
  7. Yuan Huazhi
  8. Wang Houbin
  9. Wang Chunning

Yang paling mengejutkan adalah He Weidong, sahabat lama Xi dari masa di Angkatan Darat Grup ke-31 di Fujian. Dia bukan sembarang orang: anggota Politbiro dan wakil ketua Komisi Militer Pusat. Kini, dia bergabung dengan puluhan komandan lain yang jatuh dalam gelombang “anti-korupsi” selama satu dekade terakhir.

Surat kabar militer People’s Liberation Army Daily menulis dengan nada tegas: “Kesembilan orang ini melanggar disiplin partai secara serius, diduga terlibat kejahatan berat dengan jumlah uang fantastis, perilaku keji, dan dampak buruk yang luar biasa.” Tapi di balik kata-kata resmi itu, analis seperti Tristan Tang dari Jamestown Foundation bertanya: “Kalau Xi tak lagi percaya pada orang kepercayaannya sendiri, siapa lagi yang bisa dia andalkan?

Perebutan Kekuasaan atau Konsolidasi Kekuatan?

Apa yang sebenarnya bergolak di balik tembok sensor Beijing? Xi telah membangun benteng informasi yang rapat, membuat proses pemerintahan jadi kabur. Beberapa pengamat bilang, pembersihan ini menunjukkan Xi kehilangan kendali atas jenderalnya. Yang lain curiga ini perebutan faksi antara tentara lama dan baru. Ada juga yang melihat ini sebagai buah dari kediktatoran Xi yang kejam.

Tyler Jost dan Daniel Mattingly, ilmuwan politik di Foreign Affairs, bilang Xi mungkin masih punya waktu panjang sebelum mundur—bahkan lebih dari satu dekade. Tapi kekosongan suksesi bisa memicu chaos, terutama dengan ekonomi China yang raksasa dan ketegangan dengan Taiwan yang memanas.

Parade militer September lalu, dihadiri Vladimir Putin dan Kim Jong-un, jadi salah satu petunjuk. Anehnya, acara itu minim kepemimpinan militer. Hanya Zhang Youxia, Wakil Ketua Komisi Militer Pusat berusia 75 tahun, yang muncul di mimbar. Tradisi penamaan jenderal komandan pun ditiadakan. Dennis Wilder, eks pejabat intelijen AS, bilang: “Zhang adalah satu-satunya perwira berseragam di sana.”

Komisi Militer Pusat kini tinggal empat anggota, termasuk Xi sendiri—dari yang dulu 11 orang saat Xi naik tahta tahun 2013. Wilder spekulasi ada friksi antara He Weidong dan Zhang Youxia, yang dimulai dari pembersihan Pasukan Roket PLA pada Juli 2023. Pasukan ini pegang senjata nuklir China, dan biasanya dipimpin “bangsawan” militer—putra elite komunis.

“Zhang mewakili elite lama PLA, sementara He lebih muda dan ambisius,” kata Wilder. Mungkin He gunakan skandal korupsi untuk bersih-bersih, tapi Zhang marah karena targetnya adalah kalangan bangsawan.

Gesekan Militer dan Sipil: Xi di Tengah Badai

Jonathan Czin, eks direktur NSC AS untuk China, bilang Xi pakai kampanye anti-korupsi sejak 2012 untuk jinakkan militer dan keamanan. “Dia copot pejabat berpengaruh, lalu bersihkan penerusnya sendiri untuk pastikan tak ada yang ancam dia,” ujar Czin. Hasilnya? Korupsi berkurang, tapi pemimpin jadi patuh dan takut—memperkuat genggaman Xi.

Tapi ini juga bikin suksesi sulit. Tanpa basis kuat di militer, penerus Xi bakal rapuh. Jost dan Mattingly tambah: “PLA bukan cuma alat perang, tapi penentu kekuasaan di balik layar. Pemimpin sipil manipulasi militer untuk lawan rival mereka.”

Apakah Xi sedang berjuang pertahankan kendali, atau justru semakin kuat? Wilder: “Peran Xi tak transparan. Kalau dia angkat He untuk agenda Taiwan yang agresif, kenapa sekarang dia tendang?” Mungkin Zhang yakinkan Xi bahwa pendatang baru bahaya. Atau Xi absen dari perebutan ini karena takut campur tangan.

Chris Johnson, eks analis CIA, bilang jangan remehkan Xi. Kampanye anti-korupsi dan restrukturisasi militer bikin dia unik kuat. “Ini bukan Xi pasif; dia yang atur semuanya.”

Dampak ke Luar China: Ketidakpastian Global

Di militer China, pembersihan bikin semua orang hati-hati. “Semua hindari risiko, karena siapa pun bisa jadi target korupsi,” kata Wilder. Seperti Kremlin era Putin, Beijing tak punya penerus jelas. Czin: “Rezim otoriter rawan krisis suksesi. Xi harus beri kekuasaan pada penerus tanpa ancam dirinya sendiri.”

Yang paling misterius: seberapa kuat faksi militer dan ambisi mereka? Jost dan Mattingly: “Perang bisa jadi alat politik saat suksesi, untuk tunjukkan otoritas pemimpin baru.”

Intrik istana China ini mungkin baru terungkap puluhan tahun lagi. Yang pasti, ketidakpastian di negara adidaya ini bisa goyang dunia—dari ekonomi global sampai ketegangan di Selat Taiwan. (*)