Jakarta, Sketsa.id – Kejaksaan Tinggi Daerah Khusus Jakarta menggemparkan publik dengan menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembiayaan fiktif di PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. Kasus ini, yang terjadi antara tahun 2016 hingga 2018, diduga merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Dalam siaran pers resmi bernomor PR-27/M.1.3/Kph.2/05/2025, Kejaksaan mengungkap kronologi dan pihak-pihak yang terlibat dalam skandal ini.
Menurut keterangan resmi, kasus ini bermula dari kesepakatan antara PT Telkom Indonesia dengan sembilan perusahaan swasta untuk menjalankan proyek pengadaan barang. Proyek-proyek tersebut dibiaya menggunakan anggaran PT Telkom Indonesia, namun ternyata sebagian besar bersifat fiktif—tidak pernah dilaksanakan. Total nilai proyek yang melibatkan sembilan perusahaan ini mencapai Rp431,7 miliar, sebuah angka yang mencengangkan.
Dalam pelaksanaannya, PT Telkom Indonesia menunjuk empat anak perusahaannya—PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta untuk mengelola proyek. Anak-anak perusahaan ini kemudian bekerja sama dengan vendor-vendor yang merupakan afiliasi dari sembilan perusahaan tersebut. Namun, pengadaan yang seharusnya dilakukan hanya ada di atas kertas.
Ironisnya, PT Telkom Indonesia, yang sejatinya bergerak di bidang telekomunikasi, justru menjalankan proyek di luar inti bisnisnya. Hal ini bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta peraturan yang berlaku.
Beberapa proyek fiktif yang diungkap meliputi:
– PT ATA Energi: Pengadaan baterai lithium-ion dan genset senilai Rp64,4 miliar.
– PT Cantya Anzhana Mandiri: Pengadaan “smart café” dan renovasi ruangan di kawasan SCBD senilai Rp114,9 miliar.
– PT Forthen Catar Nusantara: Penyediaan sumber daya dan alat untuk pemeliharaan sipil, mekanikal, dan elektrikal senilai Rp67,4 miliar.
Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRINT-10/M.1/Fd.1/04/2025, penyidik Kejaksaan Tinggi Jakarta menetapkan sembilan tersangka pada 7 Mei 2025. Mereka terdiri dari pejabat internal PT Telkom Indonesia, anak perusahaannya, serta pimpinan perusahaan swasta yang terlibat. Para tersangka adalah:
1. AHMP, GM Enterprise Segmen Financial Management Service PT Telkom (2017–2020).
2. HM, Account Manager Tourism Hospitality Service PT Telkom (2015–2017).
3. AH, Executive Account Manager PT Infomedia Nusantara (2016–2018).
4. NH, Direktur Utama PT ATA Energi.
5. DT, Direktur Utama PT International Vista Quanta.
6. KMR, Pengendali PT Fortuna Aneka Sarana dan PT Bika Pratama Adisentosa.
7. AIM, Direktur Utama PT Forthen Catar Nusantara.
8. DP, Direktur Keuangan dan Administrasi PT Cantya Anzhana Mandiri.
9. RI, Direktur Utama PT Batavia Prima Jaya.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah oleh UU Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik telah melakukan penahanan terhadap delapan tersangka di beberapa rumah tahanan negara, seperti Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung, Rutan Jakarta Selatan, dan Rutan Cipinang, untuk 20 hari ke depan. Sementara itu, tersangka DP, dengan pertimbangan kesehatan yang membutuhkan perawatan intensif, ditetapkan sebagai tahanan kota di Depok.
Kasus ini kembali mencoreng reputasi PT Telkom Indonesia sebagai salah satu BUMN terkemuka di Indonesia. Masyarakat menanti transparansi lebih lanjut dari Kejaksaan terkait potensi keterlibatan pihak lain dalam skandal ini.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Jakarta, Syahron Hasibuan, SH, MH, menyatakan bahwa penyidikan masih berlangsung untuk mengungkap fakta-fakta baru. Untuk informasi lebih lanjut, masyarakat dapat menghubungi Humas Kejati Jakarta melalui nomor 0851-8308-4042. (*)