Kontrak Bermasalah di Balikpapan: Dugaan Penyimpangan Kelola Aset Pemprov Kaltim Munculkan Desakan Audit

FOTO: Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Hasanuddin Mas'ud

Samarinda, Sketsa.id – Isu pengelolaan aset milik Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) kembali mencuat ke permukaan, menyusul temuan indikasi penyimpangan dalam kerja sama pengelolaan sebuah hotel di Balikpapan. Gedung yang sebelumnya difungsikan sebagai rumah singgah pemerintah itu kini beroperasi sebagai Hotel Royal Suite, hasil kerja sama Pemprov dengan pihak swasta.

Namun, kerja sama tersebut kini dipertanyakan. Hasil monitoring lapangan yang dilakukan oleh Komisi I DPRD Kaltim bersama Ketua DPRD, Hasanuddin Mas’ud, mengungkap adanya dugaan pelanggaran kontrak yang telah berlangsung bertahun-tahun. Monitoring dilaksanakan Kamis lalu (15/5/2025) di lokasi hotel.

Dalam kunjungan itu, sejumlah legislator seperti Yusuf Mustafa, Baharuddin Demmu, La Ode Nasir, dan Didik Agung turut hadir. Dari unsur eksekutif tampak sejumlah kepala biro penting, di antaranya Kepala Biro Umum, Biro Hukum, BPKAD Kaltim, serta perwakilan manajemen hotel.

Hasanuddin menilai kontrak kerja sama dengan mitra swasta tersebut telah masuk dalam status wanprestasi. Ia menyebutkan bahwa penggunaan aset telah menyimpang dari kesepakatan awal, dan ada kewajiban yang belum dipenuhi oleh pihak pengelola.

“Kontrak itu tidak lagi berjalan sesuai semestinya. Ada perubahan fungsi yang tidak sah dan kewajiban-kewajiban yang diabaikan bertahun-tahun. Ini bentuk pembiaran yang tak bisa diteruskan,” ujarnya, Minggu (18/5/2025).

Ia bahkan menyarankan agar pengelolaan aset tidak lagi diberikan ruang pada tahun 2025 jika tak ada itikad perbaikan. DPRD juga mendorong dilakukannya audit menyeluruh, bahkan membuka opsi melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau BPKP untuk investigasi.

Masalah ini tak hanya menyangkut ketaatan kontraktual, tetapi juga menyentuh aspek integritas pengelolaan aset daerah. Agus Suwandy, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kaltim, menyoroti lemahnya sistem manajemen dari mitra swasta yang dinilai tak mampu memenuhi kewajibannya terhadap pemerintah daerah.

“Kalau mau dilanjutkan, tunjukkan dulu komitmennya. Duduk bersama, selesaikan yang belum beres. Tapi kalau tidak ada solusi, lebih baik kontrak dihentikan. Aset ini harus segera diamankan,” kata Agus.

Ia bahkan meminta pemerintah provinsi untuk melibatkan Kejaksaan sebagai bentuk upaya hukum agar penyelesaian masalah ini tidak berlarut-larut dan berdampak pada kerugian daerah.

Pengawasan terhadap tata kelola aset daerah menjadi perhatian serius DPRD Kaltim. Kasus ini menjadi contoh nyata pentingnya sistem kontrol yang ketat dalam pengelolaan aset publik. Bila tidak ditangani tuntas, potensi kerugian pendapatan hingga pelemahan kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah bisa semakin meluas. (Adv/DPRD Kaltim)