DPRD Kaltim Dorong Pendidikan Politik Rutin, Targetkan Demokrasi Berkualitas dan Bebas Transaksi

FOTO : Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi

Samarinda, Sketsa.id – Dalam upaya memperkuat pondasi demokrasi di tingkat daerah, DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) terus menggencarkan kegiatan pendidikan politik secara rutin kepada masyarakat. Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, menegaskan bahwa agenda ini bukan sekadar rutinitas, melainkan bentuk komitmen serius lembaga legislatif untuk mencetak pemilih yang lebih sadar, rasional, dan berintegritas.

“Memang ini merupakan kegiatan rutin bulanan yang digelar DPRD sebagai bagian dari upaya pendidikan politik. Tapi lebih dari itu, ini adalah investasi jangka panjang kita untuk membangun demokrasi yang sehat dan partisipatif,” ujar Darlis saat memberikan keterangan kepada media, Jumat (23/05).

Darlis menjelaskan bahwa kualitas demokrasi tidak cukup hanya dilihat dari tingginya angka partisipasi pemilih dalam setiap pemilu. Menurutnya, aspek lain yang tidak kalah penting adalah kualitas dari partisipasi itu sendiri, yakni sejauh mana pemilih memahami dan terlibat secara sadar dalam menentukan arah kepemimpinan dan kebijakan publik.

“Kalau hanya bicara angka, mungkin sekarang partisipasi pemilih kita 60%. Kita berharap itu bisa naik ke 70 atau 80%. Tapi itu baru satu sisi. Yang lebih penting adalah alasan di balik partisipasi itu. Apakah karena kesamaan visi, ideologi, atau karena sekadar imbalan material? Ini yang jadi tantangan kita,” tuturnya.

Legislator ini juga menyampaikan keprihatinannya terhadap maraknya praktik politik uang dan transaksi elektoral yang kian terbuka. Ia menyebut, tren ini berbahaya karena merusak logika demokrasi dan melemahkan akuntabilitas pejabat publik terpilih.

“Coba kita lihat pola-pola yang terjadi. Kalau seseorang terpilih karena uang, maka secara logika sehat, dia tidak merasa punya kewajiban moral untuk bertanggung jawab kepada publik. Dia akan lebih merasa berhutang budi pada pemberi modal. Itu sangat berbahaya,” kata Darlis.

Dirinya meminta kepada masyarakat untuk tidak serta-merta melontarkan kritik tajam terhadap kepala daerah atau anggota legislatif yang dianggap tidak menunjukkan kinerja optimal. Menurut Darlis, penting bagi publik untuk melihat secara jernih dan menyeluruh bagaimana proses pemilihan berlangsung sebelum menjatuhkan penilaian.

“Kita harus jujur bahwa demokrasi transaksional membentuk pejabat publik yang tidak punya ikatan kuat dengan rakyat. Maka yang harus dievaluasi bukan cuma orangnya, tapi juga sistem dan perilaku pemilihnya,” tegasnya.

Sebagai solusi, ia mendorong kolaborasi lebih erat antara DPRD, pemerintah daerah, kampus, dan organisasi masyarakat sipil dalam menjalankan pendidikan politik yang substansial. Menurut Darlis, kegiatan semacam ini perlu dilakukan di berbagai tingkatan usia, terutama menyasar pemilih pemula dan kelompok rentan terhadap pengaruh politik uang.

“Demokrasi yang kuat itu tidak dibangun hanya saat kampanye, tapi dari kesadaran publik setiap hari. Pendidikan politik harus dimulai sejak dini. Di kampus, di sekolah, di forum-forum masyarakat. Dan ini menjadi tanggung jawab bersama, bukan hanya DPRD,” tambahnya.

Dengan dua target utama: meningkatkan partisipasi publik dan meningkatkan kualitas partisipasi, DPRD Kaltim berkomitmen menjadikan pendidikan politik sebagai gerakan bersama untuk menyelamatkan masa depan demokrasi. (Adv/DPRD Kaltim)