Kutai Kartanegara, Sketsa.id – Suara notifikasi WhatsApp itu mengubah segalanya bagi Yulianus Henock. Anggota DPD RI asal Kalimantan Timur itu terpaku melihat pesan dari AKBP Dody Surya Putra, Kapolres Kutai Kartanegara, yang hanya berisi dua kata: “PAW Kau”. Pesan singkat yang diduga ancaman pergantian antar waktu ini memicu badai kontroversi antara kepolisian dan lembaga tinggi negara.
“Polisi kok bisa mau PAW saya? Ini hal-hal aneh,” kata Henock dalam video viral di akun Facebooknya. Ia mengaku baru saja menerima telepon bernada intimidasi dari Kapolres Kukar sebelum pesan tersebut datang. Bagi senator asal Kaltim ini, ini bukan sekadar persoalan personal, melainkan penghinaan terhadap martabat DPD RI.
Dari balik meja kerjanya di Polres Kukar, Kompol Roganda mencoba meredakan situasi. Kabag Ops ini mengaku tidak menyaksikan langsung insiden tersebut, tapi menduga Kapolres tersulut emosi.
“Mungkin beliau tersulut karena dituding melakukan kriminalisasi,” ujar Roganda melalui sambungan WhatsApp kepada Arusbawah.co.
Namun penjelasan ini justru membuka kotak Pandora baru. Roganda mengungkapkan akar masalah sebenarnya: sengketa lahan Jahab di Kukar. Henock meminta penyelesaian melalui Restorative Justice, permintaan yang menurut polisi salah alamat.
“RJ itu kewenangan pelapor dan terlapor, bukan intervensi kepolisian,” tegas Roganda.
Polda Kaltim tak tinggal diam. Melalui Kabid Humas Kombes Pol Yuliyanto, institusi ini menyampaikan permintaan maaf resmi.
“Saya atas nama Polda Kalimantan Timur minta maaf atas tindakan Kapolres Kukar,” ujarnya dalam video Instagram @poldakaltim, seperti disadur dari Arusbawah.co.
Evaluasi khusus segera dilakukan, dan akan dilaporkan hingga ke Mabes Polri.Kasus ini mengungkap tiga lapisan masalah:
1. Komunikasi tak profesional aparat melalui platform digital
2. Tekanan terhadap lembaga perwakilan rakyat
3. Kerumunan penyelesaian sengketa lahan di Kaltim
Insiden ini kembali mengingatkan kita tentang pentingnya profesionalitas komunikasi digital di kalangan penegak hukum, sekaligus menjadi ujian bagi komitmen transparansi institusi kepolisian dalam menyikapi masalah internal. Respons cepat Polda Kaltim patut diapresiasi, namun yang lebih penting adalah memastikan mekanisme penyelesaian sengketa lahan berjalan tanpa terpengaruh dinamika politik maupun hubungan personal antar institusi. (*)