Samarinda, Sketsa.id – Memperingati Hari Buruh Internasional, Komite Rakyat Berlawan Kaltim menyuarakan keresahan yang dirasakan oleh kelas pekerja di Indonesia. Di tengah dominasi sistem ekonomi kapitalisme global, kelas buruh terus menjadi korban dari ketimpangan dan eksploitasi.
Menurut riset terbaru dari Celios, kondisi pekerja Indonesia saat ini menghadapi tantangan serius:
Upah Riil Menurun: Sejak pandemi Covid-19, pertumbuhan upah riil pekerja terus menurun, dipengaruhi oleh formula pengupahan dalam UU Cipta Kerja yang dianggap merugikan buruh.
Ketimpangan Kekayaan: Kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan milik 50 juta penduduk. Ini mencerminkan jurang ketimpangan yang semakin melebar.
Pelemahan Industri Manufaktur: Sektor tekstil, pakaian jadi, dan alas kaki terus terpuruk. Indikator ini menjadi sinyal kuat meningkatnya angka pengangguran, khususnya di kalangan anak muda.
Ancaman PHK: Diprediksi 78 ribu buruh mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 2024. Tren ini berpotensi meningkat di tahun berikutnya.
Dominasi Sektor Informal: Mayoritas pekerja masih bergantung pada sektor informal yang rawan terhadap ketidakpastian dan minim perlindungan sosial.
Ketidakstabilan Pekerjaan: Meningkatnya sistem kerja gig atau fleksibel meminggirkan hak-hak dasar pekerja.
Hari Buruh Internasional bukan sekadar seremoni, tetapi momentum konsolidasi kekuatan kelas pekerja. Seperti yang pernah ditegaskan Tan Malaka pada 1920, kekuatan kaum buruh ada pada kemampuannya untuk merebut ruang ekonomi dan politik dari dominasi elite.
Namun, dalam praktiknya, relasi antara buruh dan pengusaha masih timpang. Alih-alih menjadi mitra, buruh kerap diposisikan sebagai pihak lemah yang harus menerima sistem kerja kontrak dan outsourcing. Di saat yang sama, oligarki diduga memainkan aturan hukum demi memperkuat dominasi ekonomi melalui praktik kolusi dan nepotisme.
Bantuan sosial hanya menjadi pemadam sesaat atas gejolak sosial yang disebabkan oleh ketimpangan struktural. Sementara itu, berbagai bentuk represifitas terhadap gerakan rakyat masih sering terjadi.
TUNTUTAN KOMITE RAKYAT BERLAWAN KALTIM:
1. Cabut UU Omnibus Law Cipta Kerja.
2. Hapus sistem kerja outsourcing dan kontrak yang merugikan buruh.
3. Tolak upah murah, wujudkan upah layak nasional.
4. Hentikan praktik union busting dan berikan kebebasan berserikat.
5. Hentikan kekerasan serta pelecehan seksual di dunia kerja.
6. Sahkan RUU PPRT.
7. Sahkan RUU Masyarakat Adat.
8. Sahkan UU Perampasan Aset.
9. Sahkan UU Perlindungan Buruh yang dirumuskan oleh serikat buruh.
10. Hentikan tindakan represif aparat terhadap gerakan rakyat.
11. Bangun industrialisasi nasional sebagai tulang punggung ekonomi.
12. Nasionalisasi aset strategis negara, minimal kuasai saham 51 persen.
13. Renegosiasi utang luar negeri dan swasta.
Komite Rakyat Berlawan Kaltim menegaskan bahwa perjuangan buruh bukan hanya soal upah, tetapi soal masa depan rakyat. Bersatu melawan oligarki adalah langkah awal menuju Indonesia yang adil dan sejahtera. (*)