Osaka, Sketsa.id – Malam itu di Suita City Stadium, udara dingin tak hanya menyelimuti cuaca di Osaka, tapi juga menyusup ke hati para pemain dan pendukung Timnas Indonesia. Harapan yang sempat menggantung tinggi runtuh perlahan setelah gawang Garuda diberondong enam gol tanpa balas oleh Jepang, Selasa (10/6/2025).
Pelatih kepala Timnas Indonesia, Patrick Kluivert, tak menampik bahwa kekalahan ini adalah tamparan keras. Namun di balik luka, ada pelajaran berharga yang ia tekankan: rasa hormat pada kualitas lawan.
“Yang saya pelajari dari kekalahan ini adalah kami harus menaruh hormat pada kualitas lawan,” ucap Kluivert dalam konferensi pers pasca-pertandingan, Rabu (11/6/2025). “Meremehkan bisa jadi bumerang yang menyakitkan.”
Laga kontra Jepang tak ubahnya pertunjukan dominasi total. Daichi Kamada membuka dan menutup babak pertama dengan dua gol (menit ke-15 dan 45+6). Takefusa Kubo menyusul di menit ke-19, disusul tiga gol lain dari Ryoya Morishita (55’), Shuto Machino (58’), dan Mao Hosoya (80’).
Timnas Indonesia? Selama 90 menit, tak satu pun tembakan mengarah ke gawang tercipta. Statistik yang berbicara lantang: ini bukan sekadar kekalahan, tapi penanda bahwa jarak antara Indonesia dan elite Asia seperti Jepang masih sangat jauh.
“Jepang punya pemain-pemain hebat yang bermain di level tertinggi, di negara mereka maupun di luar negeri. Mereka tahu apa yang harus dilakukan di setiap situasi,” kata Kluivert, yang menyaksikan langsung betapa berbedanya tempo dan kedewasaan bermain lawan.
Bukan Soal Skor, Tapi Soal Progres
Di balik hasil pahit ini, Kluivert tetap mencoba melihat ke depan. Ia menyebut ada beberapa sisi positif, terutama dari organisasi pertahanan dan lini tengah yang dinilainya mulai menunjukkan struktur.
Namun, ada satu area yang menurutnya jadi PR besar: serangan.
“Kami kekurangan kekuatan di lini depan. Kreativitas masih minim, penyelesaian akhir juga belum tajam. Ini yang akan kami benahi,” ujarnya tegas.
Baginya, membangun tim bukan hanya soal hasil hari ini, tapi tentang arah perjalanan ke depan.
Meski kalah telak, peluang Indonesia belum tertutup. Skuad Garuda masih punya kans lolos ke putaran keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Tapi perjuangan di tahap ini jelas tidak cukup hanya dengan semangat. Dibutuhkan peningkatan nyata—di teknik, taktik, hingga mental bertanding.
“Ini bukan akhir. Justru mungkin ini adalah awal untuk perubahan yang lebih besar,” ujar Kluivert dengan nada reflektif.
Dari balik luka kekalahan, harapan tetap menyala. Publik menanti evaluasi yang menyeluruh, dari strategi hingga susunan pemain. Sebab jika ingin sejajar dengan raksasa-raksasa Asia, Indonesia butuh lebih dari sekadar tekad. Dibutuhkan keberanian untuk berevolusi.
Dan di titik inilah, perjalanan Tim Garuda akan diuji: apakah mereka hanya terpukul, atau bangkit dengan pelajaran yang melekat dalam-dalam?. (*)