DPRD Kaltim Desak Evaluasi Tambang Hulu dan Penanganan Banjir Sistemik di Loa Janan Ilir

FOTO: anggota DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Darlis Pattalongi

Samarinda, Sketsa.id — Bencana banjir kembali melanda Kota Samarinda, kali ini menimpa kawasan Kecamatan Loa Janan Ilir akibat curah hujan tinggi yang mengguyur wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) dalam beberapa hari terakhir. Akibatnya, puluhan rumah warga terendam air dan aktivitas warga lumpuh total. Jalan HMM Rifadin yang menjadi jalur utama penghubung antarkecamatan tidak dapat dilalui karena genangan air yang tinggi belum juga surut.

Menanggapi kondisi tersebut, anggota DPRD Provinsi Kaltim Darlis Pattalongi, menyampaikan keprihatinannya dan mendesak adanya langkah penanganan yang menyeluruh serta evaluasi serius terhadap aktivitas pertambangan di wilayah hulu.

“Ini bukan sekadar akibat hujan lebat. Kita menghadapi krisis tata kelola lingkungan. Aktivitas pertambangan di hulu berkontribusi besar memperparah limpahan air ke wilayah hilir. Samarinda berada di dataran rendah, jika tidak segera dibenahi secara sistemik, bencana ini akan terus berulang,” tegas Darlis, Senin (19/5/2025).

Ia menilai persoalan banjir bukan sekadar masalah infrastruktur, tetapi menyangkut kebijakan lintas sektor. Sistem drainase yang sudah usang, perizinan tambang yang tidak terkontrol, hingga alih fungsi lahan di kawasan resapan air menjadi penyebab utama memburuknya bencana banjir.

Darlis juga menyoroti penanganan tanggap darurat yang cenderung reaktif. Warga terdampak saat ini hanya bergantung pada bantuan logistik dari dapur umum dan posko darurat, yang menurutnya belum mampu menjawab kebutuhan jangka panjang.

“Kita tidak bisa lagi hanya menunggu bantuan turun. Pemerintah harus merumuskan strategi penanggulangan banjir yang komprehensif, mulai dari evaluasi tambang, pembangunan kolam retensi, revitalisasi drainase, hingga reforestasi wilayah kritis,” lanjut politisi dari Komisi III DPRD Kaltim ini.

Ia juga menyampaikan komitmen lembaganya untuk terus mengawal kebijakan penanggulangan banjir, khususnya dengan menggandeng dinas teknis, akademisi, dan komunitas lingkungan agar perumusan kebijakan berbasis pada data dan keadilan ekologis.

Darlis menegaskan, Samarinda sebagai ibu kota provinsi dan pusat aktivitas ekonomi tidak boleh lumpuh setiap kali hujan deras turun. Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk tidak lagi memandang banjir sebagai fenomena musiman, melainkan sebagai indikator rusaknya ekosistem dan lemahnya perencanaan pembangunan.

“Kita perlu keberanian untuk mengevaluasi sektor ekstraktif yang selama ini dianggap sebagai penopang ekonomi. Faktanya, jika dibiarkan tanpa regulasi yang ketat, tambang justru menciptakan kerusakan dan risiko bencana yang terus membayangi keselamatan warga,” pungkasnya. (Adv/DPRD Kaltim)