Samarinda, Sketsa.id — DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk segera mengeksekusi putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memerintahkan pengembalian Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) SMA Negeri 10 Samarinda ke Kampus A yang terletak di Jalan H. A. M. Rifaddin, Kecamatan Loa Janan Ilir, Kota Samarinda.
Desakan ini disampaikan oleh Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang menghadirkan berbagai pihak, termasuk Yayasan Melati. Ia menegaskan bahwa pemindahan kembali ke lokasi awal merupakan amanat hukum yang tidak bisa diabaikan, namun harus dijalankan secara adil dan bijaksana.
“Kita semua harus bijak. Pengembalian SMA 10 ke Kampus A itu adalah perintah hukum, tetapi juga Yayasan Melati beserta siswa-siswanya tidak boleh dikorbankan begitu saja,” ujar Darlis pasca RDP pada Senin (19/05).
Putusan Mahkamah Agung yang dimaksud adalah putusan kasasi Nomor 27 K/TUN/2023 yang dibacakan pada 9 Februari 2023. Dalam putusan tersebut, MA menegaskan bahwa langkah pemindahan SMA Negeri 10 Samarinda dari Kampus A sebelumnya tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, legalitas tanah tempat berdirinya Kampus A juga telah diperkuat melalui putusan MA lainnya, yakni Nomor 72 PK/TUN/2017.
Darlis menjelaskan bahwa transformasi SMA 10 menjadi Sekolah Taruna-Garuda membawa konsekuensi baru, termasuk syarat wajib asrama. Jika status sekolah unggulan ini ingin dipertahankan, maka penyediaan fasilitas asrama menjadi keharusan. Namun, Darlis menekankan pentingnya menjaga akses pendidikan bagi warga sekitar, khususnya dari Loa Janan Ilir.
“Jangan sampai karena mengejar status Taruna-Garuda, peluang masyarakat lokal untuk bersekolah di sana justru tertutup,” tegasnya.
Untuk itu, dirinyamenyarankan agar Gubernur Kaltim segera mengeluarkan kebijakan yang mengatur pembagian aset dan ruang belajar, jika SMA 10 dan Yayasan Melati tetap berbagi lokasi. Menurutnya, pemisahan aset secara jelas sangat penting untuk menghindari konflik dan memastikan kedua lembaga tetap bisa menjalankan proses belajar mengajar secara berdampingan.
“Kalau tetap dalam satu lokasi, maka asetnya harus dipisahkan dengan jelas. Jangan sampai proses belajar mengajar Yayasan Melati dihentikan atau dikorbankan,” pungkasnya. (Adv/DPRD Kaltim)