Ekosistem Sepak Bola Usia Dini: Kisah Inspirasi dari Soekarno Cup

Samarinda, Sketsa.id – Soekarno Cup U-13 yang dihelat oleh DPD PDI Perjuangan Kalimantan Timur bukan sekadar ajang adu bakat sepak bola antar tim muda. Di balik gemerlap pertandingannya, turnamen ini membuka ruang dialog untuk merancang masa depan sepak bola usia dini di tanah Borneo. Pada hari kedua, Kamis (26/6/2025), panitia menggelar talk show penuh makna di sela pertandingan, mengundang narasumber dari berbagai sudut pandang—mulai panitia, otoritas sepak bola, hingga suara hangat dari orang tua.

Dibawakan oleh Frida, host andalan DPD PDI Perjuangan Kaltim, acara ini mengalir hidup melalui siaran langsung di YouTube SukarnoCup @PDIP.KALTIM, sekaligus terbuka untuk penonton di area lapangan. Suasana hangat dan penuh semangat pun tercipta.

Roy Hendrayanto: Lebih dari Sekadar Seremoni
Panitia pelaksana, Roy Hendrayanto, membuka diskusi dengan semangat membara. Baginya, Soekarno Cup bukan ajang simbolis belaka, melainkan langkah nyata membangun regenerasi sepak bola yang sehat.

“Kami ingin anak-anak punya ruang bermain yang mendidik, kompetitif, dan membentuk karakter. Ini bukan soal politik, tapi soal masa depan mereka,” ujar Roy dengan nada tegas namun penuh perhatian.

Ia pun berbagi rencana ambisius: menggandeng Dispora dan Askot PSSI Samarinda untuk menjadikan turnamen ini agenda tahunan yang lebih terstruktur, menjangkau lebih banyak sekolah sepak bola di Kaltim. Harapannya, ini menjadi pijakan kuat bagi generasi muda.

Ketua Askot PSSI Samarinda, Muhammad Saiin, menambahkan dimensi strategis. Menurutnya, turnamen seperti ini adalah awal yang baik, tapi tak cukup tanpa keberlanjutan.

“Anak-anak butuh sistem pembinaan yang berjenjang, pelatih tersertifikasi, dan kompetisi rutin. Jam terbang dan arahan yang tepat adalah kunci,” katanya dengan nada bijaksana.

Saiin berharap Soekarno Cup bisa tercatat dalam kalender resmi Askot PSSI Samarinda dan menginspirasi daerah lain.

“Jangan sampai ini cuma momen, tapi jadi fondasi besar,” tambahnya.

Di tengah diskusi, suara Yuliana, ibu dari salah satu pemain Pesut Junior Samarinda, menyentuh hati. Baginya, turnamen ini lebih dari sekadar pertandingan.

“Anak saya latihan setiap minggu tanpa henti. Tapi di sini, dia merasa diperhatikan. Semua anak bermain dengan semangat, suasananya tertib. Ini apresiasi yang kami tunggu-tunggu,” ungkapnya sambil tersenyum hangat.

Yuliana juga mengungkap tantangan: fasilitas yang terbatas dan dukungan yang minim. “Kami harap pembinaan ini berlanjut dengan arahan lebih jelas. Ini motivasi besar buat anak-anak dan kami, orang tua,” katanya penuh harap.

Frida, sebagai moderator, menutup sesi dengan pertanyaan menggugah: apa harapan untuk Soekarno Cup ke depan? Roy mengajak semua pihak berkolaborasi lintas sektor untuk memajukan sepak bola dini. Saiin mendorong integrasi turnamen ini dalam sistem PSSI daerah. Sementara Yuliana, dengan suara lembut namun penuh makna, menyimpulkan, “Kami hanya ingin anak-anak punya ruang tumbuh, belajar, dan bermimpi setinggi langit.”

Soekarno Cup U-13 tak hanya jadi panggung kompetisi, tapi juga cermin semangat kolektif membangun ekosistem sepak bola anak yang inklusif dan berkelanjutan. Dari Samarinda, harapan baru untuk olahraga muda mulai tersemai. (*)