Lonjakan Tagihan PBB di Balikpapan, dari Rp 300 Ribu Jadi Rp 9,5 Juta: Apa yang Terjadi?

Balikpapan, Sketsa.id – Tidak ada perubahan yang berarti di atas tanah seluas sekitar 1 hektare milik keluarga Arif Wardhana di Batu Ratna, Balikpapan Utara. Lahan itu tetap berupa tanah kosong dengan satu bangunan kecil sebagai pos jaga. Namun, tahun ini tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang harus dibayarkan melonjak drastis.

Dari yang biasanya sekitar Rp 306 ribu per tahun, angka itu tiba-tiba naik menjadi Rp 9,5 juta.
“Saya kaget sekali waktu lihat Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT),” kata Arif.
Ia sudah rutin membayar pajak setiap tahun, termasuk pada 2024 lalu, dan tak pernah mengalami perubahan signifikan.

Kenaikan PBB yang signifikan ini menjadi perhatian sejumlah warga Balikpapan. Banyak yang merasakan beban yang lebih berat akibat penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Namun, pemerintah kota menegaskan bahwa penyesuaian ini hanya berlaku untuk wilayah tertentu, terutama yang masuk zona komersial.

Wakil Wali Kota Balikpapan, Bagus Susetyo, menjelaskan bahwa penyesuaian dilakukan secara hati-hati dan telah dibahas bersama DPRD.

“Prinsipnya kami tidak ingin membebani masyarakat, dan dana dari PBB ini akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, air bersih, dan penanganan banjir,” ujarnya.

Meski begitu, warga seperti Arif merasa sulit memahami perhitungan kenaikan ini, apalagi ketika lahan yang dimiliki tidak digunakan untuk usaha atau kegiatan komersial. Keluarganya yang berstatus pensiunan merasa keberatan dengan tagihan pajak yang tiba-tiba melonjak.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga mengingatkan kepala daerah agar berhati-hati dalam menaikkan PBB. Ia menegaskan bahwa jika kenaikan dirasa memberatkan masyarakat, kebijakan tersebut bisa ditunda atau dibatalkan. Kepala daerah juga diwajibkan melaporkan setiap kenaikan NJOP ke Kemendagri dan Direktorat Jenderal Keuangan Daerah.(*)