Permukiman Padat di Samarinda Ludes Dilalap Si Jago Merah

Foto: ist

Samarinda, Sketsa.id – Suara sirine menderu-deru memecah kesunyian dinihari di Jalan Cipto Mangunkusumo, Kelurahan Harapan Baru. Asap pekat sudah membubung tinggi ketika warga mulai berhamburan keluar rumah, beberapa masih mengenakan piyama dengan wajah panik.
“Api tiba-tiba muncul dari arah rumah Pak RT, lalu menyebar begitu cepat,” teriak seorang ibu sambil menyeret anak kecilnya.

Dalam waktu singkat, si jago merah telah melahap sepuluh bangunan di kawasan padat penduduk itu – delapan rumah warga, sebuah bangsal, dan gudang arsip kelurahan ikut menjadi korban.

Petugas pemadam kebakaran yang datang dengan sembilan armada langsung menghadapi tantangan berat. Jalan sempit di permukiman padat itu membuat mobil pemadam kesulitan manuver.

“Kami harus menarik selang sejauh hampir 200 meter untuk mencapai pusat api,” jelas Hendra AH, Kepala Disdamkarmat Samarinda.

Selama dua jam penuh, petugas dan warga bahu-membahu melawan kobaran api yang terus menjalar. Beberapa warga bahkan membentuk rantai manusia untuk mengangkut air dari sumur terdekat.

Ketika matahari mulai terbit, yang tersisa hanya tumpukan puing dan wajah-wajah lelah penuh kepiluan. Sepuluh keluarga – sekitar 40 jiwa – kini kehilangan tempat bernaung.

“Semua dokumen penting, foto keluarga, perabotan rumah, habis dilalap api. Hanya baju di badan ini yang tersisa,” ucap Suryadi, seorang bapak dua anak, dengan suara parau. Di sudut lain, seorang nenek terduduk lesu di depan bekas rumahnya yang kini tinggal kerangka besi berkarat.

Kerugian material diperkirakan mencapai miliaran rupiah, namun yang lebih menyayat adalah luka di hati warga yang kehilangan tempat pulang. Sementara penyebab kebakaran masih diselidiki, dugaan sementara mengarah pada hubungan arus pendek listrik.

“Kami akan koordinasi dengan PLN untuk memeriksa instalasi listrik di wilayah ini,” tambah Hendra. Untuk sementara, para korban mengungsi di balai kelurahan dan rumah kerabat, sambil memandang masa depan yang tiba-tiba menjadi begitu tidak pasti.(*)