Samarinda, Sketsa.id – Sebuah peristiwa tragis mengguncang warga Jalan Rimbawan 1, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda, pada Jumat, 25 Juli 2025 lalu
Dua balita tak berdosa, berusia 4 dan 2 tahun, kehilangan nyawa di tangan orang yang seharusnya menjadi pelindung mereka: ayah kandung mereka sendiri, W (24). Kejadian ini meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Kota Tepian, memunculkan duka dan pertanyaan tentang apa yang mendorong seorang ayah sampai tega melakukan perbuatan keji ini.
Kapolresta Samarinda, Kombes Pol Hendri Umar, dalam konferensi pers di Polsek Sungai Kunjang pada Senin, 28 Juli 2025, menjelaskan kronologi peristiwa yang merenggut nyawa dua anak laki-laki tersebut.
“Kami telah menetapkan saudara W sebagai tersangka atas kasus pembunuhan ini,” ujarnya.
Saat ini, pelaku telah ditahan di Polsek Sungai Kunjang untuk menjalani proses hukum lebih lanjut.
Berdasarkan hasil penyelidikan, pembunuhan terjadi sekitar pukul 16.00 WITA. Saat itu, W berada di rumah bersama kedua anaknya. Dengan dingin, ia mencekik anak bungsunya yang berusia 2 tahun, menutup mulut korban dengan tangan kanan sambil mencekik lehernya menggunakan tangan kiri selama sekitar lima menit hingga anak itu tak lagi bernapas. Jasad anak malang itu kemudian diletakkan di ranjang.
Tak berhenti di situ, W kemudian melakukan hal serupa kepada anak sulungnya yang berusia 4 tahun. Dengan cara yang sama, ia mencekik dan menutup mulut anaknya hingga lemas dan meninggal dunia. Kedua jasad anak-anaknya itu dibiarkan terbaring di ranjang.
Usai perbuatan keji itu, W sempat berniat mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Namun, rencana itu urung dilaksanakan karena situasi yang tidak memungkinkan. Ia hanya terdiam di rumah, menanti waktu hingga kebenaran terkuak.
Sekitar pukul 17.00 WITA, nenek pelaku, R (65), datang ke rumah dengan niat sederhana yakni menjenguk cucu-cucunya. Betapa hancur hatinya saat mendapati kedua anak itu telah tak bernyawa. Sempat panik, W mencoba mencekik neneknya dari belakang hingga wanita tua itu tersungkur. Namun, entah apa yang menggerakkan hatinya, W menghentikan perbuatannya. Nenek R berhasil melarikan diri dan segera memberitahu warga sekitar. Tak lama kemudian, polisi tiba dan mengamankan pelaku.
“Masih ada sedikit rasa kasihan yang membuat pelaku melepaskan cekikannya, sehingga neneknya bisa kabur dan melaporkan kejadian ini,” ungkap Kombes Hendri.
Di balik perbuatan keji ini, polisi mengungkap motif yang mendasari tindakan W. Kombes Hendri menjelaskan bahwa pelaku sering terlibat konflik dengan istrinya. Sang istri diketahui meminta cerai dan mengungkapkan kekecewaannya, menganggap W tidak lagi mampu menafkahi keluarga.
“Pelaku merasa sakit hati dengan ucapan-ucapan istrinya,” ujar Hendri.
W, yang sebelumnya bekerja di salah satu perusahaan di Samarinda, telah berhenti bekerja beberapa bulan lalu karena masalah kesehatan, termasuk sakit lambung dan tenggorokan. Sejak Mei 2025, ia semakin menutup diri, jarang berinteraksi dengan lingkungan, dan menghabiskan hari-harinya di rumah. Kehilangan pekerjaan dan tekanan rumah tangga tampaknya menjadi beban berat yang memengaruhi kondisi kejiwaannya.
“Pelaku sudah memiliki niat untuk menghabisi nyawa kedua anaknya sejak siang hari, sekitar pukul 15.00 WITA, setelah istrinya berangkat kerja. Awalnya, ia berniat menenggelamkan anak-anaknya di sumur belakang rumah, namun rencana itu diurungkan karena khawatir diketahui tetangga,” jelas Hendri.
Proses Hukum dan Upaya Pendalaman
Polisi menjerat W dengan pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman seumur hidup atau maksimal 20 tahun penjara, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan dengan ancaman 15 tahun penjara, serta Pasal 76C juncto Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. Pasal-pasal ini mencerminkan beratnya perbuatan pelaku terhadap anak-anak di bawah umur.
Saat ini, penyidik dari Unit Reskrim Polsek Sungai Kunjang terus mendalami kasus ini. W, yang awalnya tidak kooperatif, akhirnya memberikan keterangan setelah dibujuk penyidik.
“Kami akan segera melakukan rekonstruksi kasus dalam waktu dekat,” kata Hendri. Selain itu, polisi tengah menunggu hasil otopsi resmi dari tim forensik untuk memperkuat bukti. Koordinasi dengan rumah sakit jiwa juga dilakukan untuk memeriksa kondisi kejiwaan pelaku, mengingat perilakunya yang semakin tertutup sejak beberapa bulan terakhir.
Polres Samarinda berkomitmen menangani kasus ini secara profesional, dengan memastikan proses penyidikan berjalan transparan dan segera berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri Samarinda untuk pengiriman berkas perkara. (*)