Samarinda, Sketsa.id – Permohonan warga Perumahan Korpri Loa Bakung tentang Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM) masih menanti jawab dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Meski diketahui sebelumnya, warga Perum Korpri telah mengadukan keluhannya langsung ke Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) beberapa waktu lalu. Namun hal tersebut masih menanti jawaban.
Hal itu disampaikan Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Sapto Setyo Pramono belum lama ini. Kata dia, masalah tanah di Perumahan Korpri Loa Bakung itu, pihaknya telah meminta Pemprov Kaltim untuk bersurat Kemendagri mencari jawaban keluhan warga.
“Solusinya seperti itu, harus bagaimana, nanti lihat jawaban resmi dari Kemendagri. Pahit pun harus disampaikan. Manis juga. Jadi kami bisa mengambil langkah apa yang harus dilakukan,” ujar Sapto kepada awak media.
Sapto menambahkan, apapun hasilnya nanti di Kemendagri, warga harus menerimanya. Menurutnya, apa yang bukan kewenangan juga tak bisa dipaksakan.
Komisi II DPRD Kaltim berharap, permasalahan ini bisa selesai secara maksimal. Dia juga berharap, tak ada narasi yang mengatakan bahwa Pemprov dan DPRD Kaltim tak peduli dengan permasalahan ini.
“Ini harus digarisbawahi. Artinya kita secara pribadi dengan uang pribadi telah memfasilitasi ini. Anggaran resmi kan sebenarnya tidak ada. Ini bentuk kepedulian,” tegasnya.
Untuk diketahui sampai saat ini, legalitas tanah di Perumahan Korpri Loa Bakung memang masih milik Pemprov Kaltim. Kendati SHGB memang bisa diperpanjang, namun warga bersikeras agar statusnya bisa diubah menjadi SHM.
Meski begitu, Sapto tak bisa memastikan apakah warga di perumahan tersebut seluruhnya masih menjadi PNS atau justru sudah beralih ke pihak lain.
Sebelumnya, Ketua Forum Perempuan Peduli Perumahan Korpri Loa Bakung (FPPPKLB) Neneng Herawati membenarkan akan ada perwakilan warga yang berangkat ke Jakarta untuk bertemu Kemendagri. Di satu sisi, pihaknya sempat berpikir terkait hibah lahan.
“Ada payung hukumnya, hibah itu bisa diberikan dengan cara kemanusiaan, sosial. Banyak macam celah,” ujar Neneng beberapa waktu lalu.
Pun Neneng menegaskan bahwa pihaknya keberatan atas Pergub Kaltim Nomor 35/2023 tentang Tata Cara Pemberian Rekomendasi dan/atau Perjanjian Pemanfaatan Tanah di Atas Tanah Hak Pengelolaan Pemerintah.
“Di Pergub itu, dikatakan di situ bahwa membayar 0,5 persen dikali nilai NJOP yang berjalan. Ya masyarakat rugi enggak?,” ungkapnya.
Neneng mengatakan, dia bersama warga lainnya sudah tinggal di perumahan tersebut selama 30 tahun. Pihaknya malah mempertanyakan jika warga harus terus-terusan melalukan perpanjangan SHGB.
“Masa harus perpanjangan terus? Itu sama saja seperti menyewa. Padahal kita membeli. Jelas ada jual-belinya,” tutupnya. (Adv/Pa/DPRD Kaltim)