Tel Aviv – Iran, Sketsa.id – Iran untuk pertama kalinya menggunakan rudal balistik Haj Qassem dalam serangan terhadap Israel pada Sabtu (7/6/2025) lalu. Rudal canggih yang baru dikembangkan ini berhasil menembus sistem pertahanan Iron Dome serta lapisan pertahanan udara Israel lainnya, termasuk sistem Terminal High Altitude Defense (THAAD) milik Amerika Serikat yang dikerahkan di Israel.
Mengutip laporan CNN, Senin (16/6/2025), rudal Haj Qassem menjadi bagian dari gelombang serangan yang menghantam Israel dari Sabtu hingga Minggu. Berdasarkan laporan terbaru Jerusalem Post, serangan tersebut telah menewaskan 16 orang dan melukai 390 lainnya di Israel.
Rudal ini dinamai berdasarkan Jenderal Qassem Soleimani, komandan Pasukan Quds Iran yang tewas akibat serangan drone AS di Baghdad pada 2020 atas perintah Presiden Donald Trump. Iran mengklaim rudal Haj Qassem dirancang khusus untuk mengelabui sistem pertahanan Iron Dome dan bahkan mampu menembus THAAD. “Rudal ini dilengkapi sistem navigasi canggih yang memungkinkan serangan presisi tinggi serta tahan terhadap gangguan elektronik,” tulis media Iran, Tansim, pada awal Mei lalu.
Trump saat itu menyebut Soleimani sebagai “teroris nomor satu” dan membenarkan serangan terhadapnya sebagai tindakan defensif. “Militer AS, atas arahan Presiden, telah menghabisi Qassem Soleimani untuk melindungi personel AS di luar negeri,” demikian pernyataan Pentagon kala itu. Iran mengecam pembunuhan Soleimani sebagai “tindakan perang” dan membalas dengan meluncurkan rudal ke pangkalan militer AS di Irak.
Menurut The Telegraph, sekitar 10 persen dari ratusan rudal yang ditembakkan Iran berhasil lolos dari sistem pertahanan udara berlapis Israel. Militer Israel memilih bungkam soal jumlah rudal yang tak tertahan, dengan alasan tidak ingin memberikan informasi yang dapat dimanfaatkan Teheran untuk serangan mendatang.
Serangan ini menunjukkan tantangan besar yang dihadapi sistem pertahanan udara Israel, yang dikenal sebagai salah satu yang terbaik di dunia, ketika menghadapi rudal balistik. Rudal jenis ini mampu melaju dengan kecepatan hipersonik di atas Mach-5, membuatnya sulit dicegat oleh sistem pertahanan seperti David’s Sling milik Israel. Ketika puluhan rudal diluncurkan serentak, sistem ini pun kewalahan.
Para analis menilai Iran sengaja menggunakan rudal balistik dalam jumlah besar untuk “mengalihkan perhatian dan membanjiri” pertahanan udara Israel, menciptakan celah bagi senjata yang lebih canggih seperti Haj Qassem. Dengan jangkauan sekitar 1.600 kilometer dan bahan bakar padat, rudal ini dapat disimpan di bawah tanah selama bertahun-tahun sebelum diluncurkan.
“Rudal Iran mengutamakan kecepatan dan jangkauan, meski kadang mengorbankan akurasi,” ujar Justin Crump, kepala eksekutif firma analisis risiko geopolitik Sibylline. Ketidaktepatan ini meningkatkan risiko rudal menghantam wilayah sipil ketimbang target militer. Mengingat Israel adalah negara kecil, angkatan bersenjatanya cenderung memprioritaskan perlindungan pada instalasi militer, bukan kawasan sipil.
Meski demikian, serangan ini menggarisbawahi ketegangan yang terus memanas antara Iran dan Israel, sekaligus menunjukkan perkembangan signifikan dalam teknologi persenjataan Teheran. (*)